Tangerang, Kabaronenews.com.
Jika mengacu pada hitung hitungan secara matematika, ikhwal tuntutan hukuman.
Perbandingannya cukup fantastis.
Jaksa M. Fiddin Bihaqi menuntut 48 bulan, sementara hakim memvonis selama 7 bulan. Selisihnya 41 bulan.
Lantaran ringan, sepatutnya terdakwa dan penasihat hukum menerima dan layak mensyukuri putusan itu.
Namun tidak demikian halnya dengan terdakwa Ferry Willem Kokali (61) dan tim penasihat hukumnya.
Pada persidangan yang digelar di PN. Tangerang, pada Jumat (13/9/’25) lalu. Seusai majelis hakim yang diketuai I Nyoman Wiguna membacakan amarnya, pihak terdakwa langsung menyatakan ‘Banding ‘. Tak terima putusan hakim.
Dalam amar, terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana, melanggar pasal 167 Kuhp tentang larangan memasuki ruangan atau pekarangan milik orang lain.
Mengutip dalil hakim yang menyatakan bahwa terdakwa bersalah :
‘Karena Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No.188 milik PT. Villa Permata Cibodas, masih berlaku hingga 2044 dan belum dibatalkan oleh instansi terkait. Maka status kepemilikan dan kekuatannya tetap dan tak berubah’.
Di sisi lain sekaligus menampik, tim kuasa hukum terdakwa menepis pernyataan tersebut dan tidak sependapat bahwa, legalitas SHGB lebih tinggi dari AJB.
Analisa Keliru Dan Tak Berdasar
“Membandingkan legalitas SHGB dengan AJB yang saat ini tengah disidangkan, bukanlah ranah hakim pidana. Tetapi yuridiksinya hakim perdata,” ujar Irjen. Pol (P) Yovianes Mahar menganalisa kekeliruan hakim.
Di kantornya “Law Firm TSPP Polri” di Jl. Darmawangsa III No.2 Kebayoran Baru, Jaksel kepada wartawan, Selasa (16/9/’25), mengemukakan.
Kalaupun harus dibandingkan, sambung Syarif Hidayatullah rekan tim penasihat hukum lainnya, justru kapasitas AJB lebih kuat.
Kedudukan atau klasifikasi AJB setara dengan Sertifikat Hak Milik (SHM).
AJB bersumber dari Buku Desa Girik – letter C, peneguhan hak kepemilikan perseorangan untuk selamanya.
Sedangkan SHGB, sifatnya peminjaman barang. Dengan batasan waktu tertentu dan bukan merupakan hak kepemilikan selamanya.
Lalu, dimana letak kesalahan terdakwa, sehingga hakim memvonis hukuman penjara selama 7 bulan ?.
Hal itulah yang menjadi topik bahasan, dilansir janggal.
Diketahui. Bedeng dibangun berikut pemasangan plang “DILARANG MASUK” oleh terdakwa, setelah AJB terbit pada tahun 2019.
Ketika itu, tak ada pihak yang mengklaim sebagai pemilik.
Tetapi setahun kemudian, PT.VPC mengklaim sebagai pemilik berdasar pada SHGB No.188 yang keabsahannya ditengarai diragukan.
Sesuai hasil investigasi tentang terbitnya perpanjanga SHGB No.188 yang dilanjutkan dengan Surat Rekomendasi dari Inspektur Jenderal Bidang Investigasi ATR BPN, agar membatalkan penerbitan perpanjangan SHGB dimaksud dan memberi sanksi Administratif terhadap kepala BPN Kota Tangerang yang saat itu dijabat oleh Pranoto dan Kakanwil Banten, Andi Tanri Abeng.
Surat Rekomendasi dimaksud, dikuatkan dengan SK dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), yaitu bahwa hingga saat ini (2025) oleh pihak manapun juga, tidak ada yang memohonkan SHGB di lokasi Blok 4 (milik Ferry Willem-red).
Tidak memenuhi unsur bila terdakwa dimaknai melanggar pasal 266 dan 167 Kuhp. Karena tak ada pihak lain yang dirugikan.
Pastinya, tambah Syarif yakin, yang dikuasai terdakwa adalah blok 4 sebanyak 78 AJB seluas 23 Ha. Letaknya jauh dari blok 10 milik pelapor.
Jauh, karena dibatasi blok 5, 6 dan 11 yang terdiri dari puluhan rumah masyarakat dan bangunan Sekolah.
Nyatakan ‘Banding’
Berharap, majelis Hakim Tinggi judex facti bersikap adil dan fair. Dalam putusannya kelak, agar : Menyatakan terdakwa Ferry Willem Kokali tidak terbukti melanggar Pasal tentang pemalsuan dan larangan memasuki ruang atau pekarangan orang lain.
Selain itu, supaya mengembalikan serta merehabilitasi nama baik terdakwa Ferry Willem pada harkat dan martabatnya semula.-
Penulis : Luster Siregar