Tangerang, Kabaronenews.com
Naas, bagi Ida Farida. Sepeninggal suaminya, ia harus menjadi tumpuan utang, bahkan harus menanggung derita di balik jeruji besi. Dijebloskan ke dalam penjara.
‘Kavling DPR Cipondoh’ bukanlah komplek perumahan dewan perwakilan rakyat. Tetapi bila menyebut nama itu akan terbersit lokasi industri dan pergudangan di Kota Tangerang.
Berada di Jl. KH. Hasjim Ashari, Cipondoh Kota Tangerang, Banten.
Masalah kepemilikan lahan di lokasi yang tergolong strategis ini, kerap terjadi perselisihan persengketaan hingga berlabuh ke pengadilan.
Seperti yang terjadi saat ini. Doddi Yoshida, pengusaha di bidang ‘kaca’ hendak mengembangkan usahanya. Lalu ia ingin membeli tanah milik Sukirman Sudjeni yang terletak di Blok B No.16, seluas 6.291 M².
Kompensasi Sewa Menyewa
Pada 5 Juni 2018 di BSD, Tangsel di kantor Notaris Veronica Indrawati.
Kesepakatan itu dituangkan dalam akta. Bahwa harga tanah seluas 6.291 M² milik Sukirman tersebut disepakati seharga Rp 36 miliar.
Sebagai down payment tanda jadi, Doddi menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Sukirman.
Dengan catatan ; Penyerahan pembayaran secara keseluruhan, akan dilunasi kelak setelah sertifikat selesai.
Dimana proses pengurusan penerbitan sertifikat, diberikan tenggat waktu selama dua tahun.
Namun batas waktu yang ditentukan untuk pengurusan penerbitan sertifikat dimaksud, terlewati. Sehingga perjanjian ‘Jual – Beli’ pun gagal.
Uang Rp 1 miliar yang tadinya dijadikan sebagai uang muka, dikompensasi menjadi uang sewa tanah selama 3 (tiga) tahun, yakni tahun 2018 s/d 2021.
Terungkap di persidangan PN. Tangerang, di hadapan majelis hakim yang diketuai Iwan Wardhana, bahwa semasa hidupnya Sukirman (meninggal tahun 2022 -red) selalu minta tambahan atau meminjam uang kepada Doddi hingga mencapai nominal Rp 2.6 miliar.
Ida Farida, sepeninggal suaminya (alm. Sukirman) pun menjadi tumpuan utang dan statusnya saat ini menjadi terdakwa.
Oleh jaksa M. Fiddin Bihaqi yang menyeretnya ke persidangan mendakwa Pasal 372 Kuhp tentang penggelapan sekaligus menuntutnya hukuman penjara selama 1 (satu) tahun.
Mendengar dakwaan dan tuntutan itu, Ida Farida sontak kaget.
Di persidangan, mengaku bahwa ketika bersama suaminya, ia pernah dua kali menandatangani kwitansi dengan nominal Rp 200 jt dan Rp 250 jt.
Ida Farida dengan keluguannya beranggapan, bahwa uang yang ia terima itu berharap dikompensasikan sebagai uang sewa tanahnya, sebagaimana kejadian yang pertama uang senilai Rp 1 miliar. Yang dikompensasi menjadi sewa tanah.
Ditegaskan, hingga saat ini tahun 2025 Doddi belum membayar sewa tanahnya.
“Kalaupun uang yang mereka terima itu menjadi permasalahan. Sebagai jaminan, sudah ada Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No.07939 atas nama Sukirman. Tanah seluas 1.580 M² berada di Cengkareng, Jakarta Barat,” Tegas Ari Wahyu Wicaksono, penasihat hukum terdakwa.
Ditambahkan Ari Wahyu, Akta Kesepakatan No.41 yang dibuat di depan Notaris Veronica adalah mengikatkan diri dalam suatu kesepakatan Perdata.
Fakta hukum yang terungkap di persidangan, tidak ditemukan kesalahan terdakwa secara pidana. Oleh karenanya, perkara ini selayaknya disidangkan secara perdata.
Kesimpulan penasihat hukum Terdakwa : Pertama tidak ditemukan kesalahan terdakwa, Kedua penyerahan uang yang dilakukan Doddi merupakan pembayaran sewa tanah. Bukan pembelian tanah. Ketiga perkara ini murni perdata.
Atas bukti bukti atau fakta yang terungkap di persidangan penasihat hukum terdakwa, Senin (6/10/’25) berharap dan memohon, agar majelis hakim bersikap adil dan fair. Dalam putusannya, supaya : Menyatakan terdakwa Ida Farida tidak terbukti bersalah melanggar Pasal tentang penggelapan.
Selain itu, supaya mengembalikan serta merehabilitasi nama baik terdakwa Ida Farida pada harkat dan martabatnya semula.-
Penulis : Luster Siregar.