Jakarta, Kabaronenews.com,-Sidang lanjutan pemeriksaan saksi saksi dalam perkara dugaan pemalsuan data otentik yang dituduhkan kepada terdakwa Tony Surjana, telah usai dan dilanjutkan dengan mendengarkan pendapat Ahli.
Prof Dr.Suparji, SH, MH, Ahli Pidana, Dosen Universitas Al Azhar Indonesia ini, dihadirkan pihak terdakwa untuk memberikan pendapat terkait definisi atau pengertian Pasal 266 dan Pasal 263 KUHP, tentang pemalsuan surat atau data otentik, yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rico.
Ahli berpendapat atas dakwaan dugaan Pemalsuan data otentik dalam pasal 266 ayat 1 KUHP dalam unsur menyuruh, adalah suatu tindakan memerintahkan orang lain untuk menempatkan surat atau tanda tangan kedalam suatu akta. Namun, yang dimaksud dengan menyuruh menempatkan, harus dibuktikan dengan data yang otentik juga, baik berupa alat bukti dan keterangan saksi sakis.
Artinya, siapa yang menyuruh dan disuruh, dimana disuruh, kemana, kapan disuruh. Harus ada bukti yang lengkap jika dituduhkan menyuruh dalam pasal 266 tersebut. Tidak bisa bukti asumsi tapi harus adanya surat, prosesnya, siapa menyuruh, dimana disuruh, kapan, dan yang disuruh itu pun harus konkrit dan nyata rangkaian rangkaian kejadiannya.
Tentang penafsiran Pasal 266 KUHP, telah merugikan orang lain, menurut Ahli, dalam hal kerugian orang lain, harus ada data otentik berupa alat bukti, dan bukti kerugian yang diderita seseorang, berapa jumlah materil dan imaterilnya, harus ada penjelasannya. “Semua harus ada pembuktian dalam unsur unsur kerugian yang dimaksud dalam pasal 266 dan 263 KUHP.
Lebih lanjut Ahli menyampaikan, definisi menimbulkan kerugian atau dapat menimbulkan kerugian. Dapat ditafsirkan merupakan suatu potensi yang mana pengertiannya harus menimbulkan kerugian karena pihak itu. Siapa yang dirugikan dan siapa yang membuat rugi, harus jelas namanya dan bentuk kerugiannya.
“Dalil kerugiannya harus dibuktikan, berapa kerugiannya, harus dibuktikan bagaimana kerugian tersebut terjadi harus dibuktikan dengan data data otentik juga”,ungkap Ahli dihadapan JPU Rico, Majelis Hakim pimpinan Aloysius P Bayuaji dengan hakim anggota Sorta Ria Neva dan Nani Handayani, dan Penasehat Hukum terdakwa Brian Predana dan Rekan, 27/5/2025.
Menjawab pertanyaan Penasehat Hukum terdakwa, Advokat Brian Praneda dan Rekan, apakah suatu berita acara yang dibuat di suatu instansi, jika proses pembuatan berita acara tersebut ada kesalahan administrasi, apakah berita acara yang dianggap tidak sesuai prosedur atau melanggar administrasi tersebut, dapat membatalkan produk hukum instansi tersebut.?
Menurut Ahli, Berita Acara hanyalah sebatas berita acara sebab prosesnya akan dilanjutkan dengan produk lain, yang akan digunakan untuk menerbitkan suatu produk. Maka Berita Acara yang telah ditandatangani tidak secara otomatis dinyatakan sebagai akta otentik.
Akta otentik yang dibuat pejabat berwenang, dimana kewenangan pejabat tersebut atas perintah undang undang. Sehingga, “jika ada kesalahan administrasi dalam penandatanganan Berita Acara maka, yang bertanggung jawab pada berita acara itu adalah instansi yang bersangkutan, dan tidak untuk membatalkan produk akhir dari berita acara tersebut”, ujarnya.
Ahli menambahkan, dalam artian Pasal 266 ayat 2 KUHP yaitu, ada orang yang mengetahui bahwa sudah ada akta palsu. Hal itu harus melihat dari mensreanya (ada tidaknya niat jahat dari seseorang itu). Apabila ada seseorang sengaja melakukan dan menggunakan akta palsu yang merupakan kehendak dengan pengetahuannya maka, seseorang itu bisa diminta pertanggungjawaban hukumnya. Namun, apabila seseorang itu tidak mengetahui bahwa itu tidak palsu maka seseorang itu tidak boleh dibuat sebagai pertanggungjawaban hukum, ujar Ahli menjelaskan.
Menurut Ahli, bahwa semua produk yang dikeluarkan atau diterbitkan pejabat Pemerintah bukan merupakan akta. Berita Acara juga dikeluarkan pejabat pemerintah, akan tetapi Berita Acara hanyalah sebatas berita acara sebab akan dilanjutkan dengan produk lain, yang akan digunakan untuk menerbitkan suatu produk, sehingga berita acara tidak secara otomatis dinyatakan sebagai akta, ujarnya.
Usai persidangan, Penasehat Hukum Terdakwa Brian dan Rekan menyampaikan, pihaknya berharap agar JPU objektif dalam memberikan tuntutan terhadap terdakwa. Sebab, keterangan para saksi dalam persidangan, termasuk tiga saksi pegawai BPN Jakarta Utara, yakni ; Rohmad bagian pengukuran BPN Jakarta Utara, saksi Dudung Setiawan bagian gambar dan saksi Dedi, Kasi Sengketa BPN Jakarta Utara, dengan jelas menyampaikan bahwa penerbitan surat ukur dan SHM atas nama Terdakwa Tony Surjana sudah sesuai proses SOP dan merupakan produk BPN yang sah. Saksi Sarman mengatakan, bahwa adanya perubahan blanko SHM milik Tony Surjana dan Jhony Surjana, merupakan proses laporan polisi atas penyerobotan tersangka Abdullah dan M.Soleh, sehingga dalam perkara ini sudah semua terungkap dalam persidangan, ungkapnya.
Dalam dakwaan JPU disebutkan, pada tahun 1998 dan Tahun 1999, Terdakwa Tony Surjana mengajukan permohonan kepada Kantor Pertanahan Kota Adm Jakarta Utara penggantian Blanko Sertifikat SHM No.512/Pusaka Rakyat, SHM No.610/Pusaka Rakyat sebagai verifikasi wilayah administrasi dari Kabupaten Bekasi menjadi Jakarta Utara kemudian untuk SHM No.64/Sukapura dalam rangka mengganti blanko sebagai verifikasi adanya perubahan wilayah administrasi dari Kelurahan Sukapura menjadi Kelurahan Rorotan
Penulis : P.Sianturi