Jakarta ,Kabaronenews.com,-Sugeng Riyono SH MH, Humas Pengadilan Tinggi Daerah Khusus Jakarta (PT DK Jakarta), menyampaikan, pihaknya akan mengecek putusan Majelis Hakim yang meringankan vonis pidana Mati menjadi seumur hidup terhadap perkara banding lima terpidana bandar narkoba sabu.
Hal itu disampaikan Humas PT Jakarta, dimana terkait putusan banding yang meringankan terhadap residivis bandar Narkotika tersebut ramai diberitakan di media online.
Saat diminta tanggapannya terkait putusan pidana Mati disunat menjadi seumur hidup, Humas Sugeng Riyono menyampaikan, Itu pertimbangan hukum dan putusan dari Majelis Hakim berdasarkan fakta persidangan yang diyakininya.
“Putusan tersebut merupakan pendapat musyawarah Majelis Hakim dan diputuskan berdasarkan fakta persidangan dan berdasarkan keyakinan Majelis Hakimnya. Yang menetapkan Majelis Hakim perkara pidana adalah Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta, bukan Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta, jadi jd Ketua PT tidak ikut campur dalam perkara tersebut”, ungka Humas pada Media Online, 8/9/2025.
Namun, apabila melihat kronologis perkara Narkotika yang tercatat dalam berkas perkara dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang disidangkan dan divonis Mati di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, kelima terpidana bernama terdakwa 1. Dedi A. Damanik, 2. Fauzi bin Abdullah, 3. Ahmad Luvis Risvanda, 4. Andri Prasetyo Aji, dan 5. Muhamad Aris Firdaus (berkas terpisah), terbukti bersalah melawan hukum sebagaimana dakwaan JPU.
Bahwa kelima terpidana saat diadili di PN Jakarta Utara, merupakan terhukum dan masih menjalani masa hukuman di Lapas Pamekasan, kelas II, Jawa Timur, atas perkara yang sama menyimpan dan memiliki dan menjual Narkotika golongan I bukan tanaman jenis Sabu, dengan vonis seumur hidup di Pengadilan Jawa Timur.
Tapi PT Jakarta malah memvonis lagi ke lima terpidana tersebut dengan hukuman seumur hidup juga. Anehnya kenapa dua kali Hakim memvonis terpidan dengan hukuman seumur hidup dengan merubah putusan Mati menjadi Seumur Hidup.
Dari dalam Lapas Pamekasan para terpidana tersebut bisa mengendalikan peredaran Narkotika di wilayah Jakarta dan bisa keluar masuk mengantar Sabu 60 Kg ke Jakarta sehingga ditangkap Satuan Narkoban Mabes Polri di dekat salah satu Rumah Sakit wilayah hukum Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Sebagaimana pemberitaan Media ini sebelumnya berjudul;
“Hakim PT Jakarta Rubah Putusan Mati Bandar Narkoba Jadi Seumur Hidup Diduga Pengaruh Mafia Peradilan”,
Dalam isi pemberitaannya, Ada kepentingan apa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Daerah Khusus Jakarta, (PT DKJ), memberikan keringanan hukuman terhadap terpidana bandar Narkoba jaringan Internasional.
Vonis seumur hidup yang diberikan Majelis Hakim PT Jakarta, dari putusan pidana Mati PN Jakarta Utara, menambah tudingan buruk yang disampaikan masyarakat terhadap lembaga peradilan Mahkamah Agung.
Berdasarkan pantauan media melalui SIPP web Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi Jakarta, tercatat tiga Majelis Hakim yaitu pimpinan Hasoloan S, dengan Hakim Anggota Budi Hafsari dan H.Sultoni, yang memeriksa dan menyidangkan perkara banding lima terpidana Narkoba.
Dalam putusan PT Jakarta tidak sependapat dengan putusan Majelis Hakim PN Jakarta Utara yang menghukum lima pelaku Narkoba itu dengan pidana Mati. Namun Hakim PT Jakarta merubah putusan menjadi seumur hidup, sehingga masyarakat menilai bahwa Hakim PT Jakarta tidak mendukung program pemerintah tentang pemberantasan peredaran Narkoba di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.
Adanya putusan pengurangan hukuman terhadap bandar Narkoba jaringan Internasional ini, Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta dan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara barang haram tersebut diduga adanya pengaruh “masuk Uang haram dengan Mafia Peradilan kepada ketua PT dan ketiga Majelis Hakim”, ungkap masyarakat pemerhati peredaran Narkoba, 6/9/2025.
Pada persidangan tingkat pertama, PN Jakarta Utara pimpinan Majelis Hakim Sorta Ria Neva didampingi hakim anggota, Nanik Handayani dan Aloysius Prihartono, menjatuhkan pidana mati kepada ke lima terdakwa. Ironis, hukuman terpidana bandar Narkoba jenis Sabu Sabu, golongan I bukan tanaman itu diringankan menjadi Seumur Hidup.
Dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim PN Jakarta Utara saat itu adalah, kelima terpidana merupakan residivis dan masih menjalani masa hukuman di Lapas Kelas II, Pamekasan, Jawa Timur, atas perkara Narkotika juga. Dari dalam Lapas para terpidana itu dapat mengendalikan peredaran Narkoba melalui jaringan jaringannya yang berada di luar Lapas.
Bahkan terpidana Dedi A Damanik bisa leluasa keluar masuk Lapas untuk mengantar barang Narkotika ke wilayah Kelapa Gading Jakarta Utara.
Kata Majelis Hakim kelima terpidana itu tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat giatnya memberantas peredaran Narkoba. Terpidana merupakan pengendali peredaran Narkotika dari dalam penjara.
Upaya hukum banding dari kelima terpidana tersebut atas permohonan tim penasehat hukumnya Advokat Charles Paizer Rambe, Gito Idrianto Rambe, Sutan Nasution, dan KP Raja Oloan dari Posbakumadin Kepulauan Seribu.
Majelis hakim PN Jakarta Utara sepakat memberikan vonis mati sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), karena diyakini telah terbukti secara sah dan melakukan tindak kejahatan peredaran narkoba sebagaimana diatur dalam pasal 114 ayat (2) Jo pasal 132 ayat (1) UU RI No 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Sebagai hal yang memberatkan jaminan tidak mendukung pemerintah yang sedang giat- giatnya berantas obat sementara hal yang meringankan tidak ada. Sabu dengan barang bukti 10 kg lebih sabu dan 60 kg dan serbuk warna ungu narkotika mengandung MDMA salah satunya disebut-sebut terpidana Dedi A. Damanik merupakan mantan wasit Askot Jakarta Utara PSSI liga 1.
Dedi A Damanik bersama sama dengan empat terpidana lainnya melakukan peredaran Narkotika dan ditangkap Sabtu 17/8/2024 di halaman parkir Rumah Sakit di wilayah hukum Kelapa Gading Barat Jakarta Utara. Baik JPU dan Majelis Hakim PN Jakarta Utara menyatakan kelima terpidana mati itu telah melakukan percobaan atau permufakatan tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 kilogram atau lebih dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 gram.
Menyikapi pengurangan vonis tersebut, Jaksa Penuntut Umum belum memberikan keterangan apakah menempuh upaya hukum Kasasi atau tidak.
Sementara menurut DR.Fernando Silalahi Dosen Fakultas Hukum UKI, menyampaikan JPU harus Kasasi ke MA RI atas pengurangan putusan terhadap bandar narkoba tersebut, ungkapnya, pada media ini.
Penulis : P.Sianturi