Banjarbaru,KabarOnenews.com- Dalam upaya memperkuat ketahanan lingkungan dan memulihkan ekosistem pesisir, Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) Provinsi Kalimantan Selatan telah melaksanakan rehabilitasi hutan mangrove seluas hampir 8.000 hektare sepanjang tahun 2025.
Program ini menyasar kawasan pesisir yang tergolong kritis, terutama yang berada di luar kawasan hutan negara atau dikenal sebagai Area Penggunaan Lain (APL).
Kepala Dislutkan Kalsel, Rusdi Hartono, menyampaikan bahwa dari total luas tersebut, pihaknya secara langsung menanam sekitar 113.000 pohon mangrove di lahan seluas 20,3 hektare, yang tersebar di tiga Kabupaten utama: Tanah Bumbu, Tanah Laut, dan sebagian wilayah Kabupaten Jorong.
“Untuk tahun 2025 ini, rehabilitasi penanaman mangrove di kawasan kritis Kalimantan Selatan mencapai hampir 8.000 hektare. Dari jumlah itu, Dinas Kelautan dan Perikanan menanam sekitar 113.000 pohon mangrove di tiga Kabupaten utama,” ujar Rusdi Hartono dalam keterangan pers di Banjarbaru, Senin (23/6/2025).
Penanaman mangrove terbanyak dilakukan di Kabupaten Tanah Laut, dengan 93.000 pohon ditanam di atas lahan 16,7 hektare. Sementara di Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu, ditanam sebanyak 20.000 pohon mangrove di lahan 3,6 hektare.
Menurut Rusdi, kawasan pesisir di Kabupaten Banjar dan Barito Kuala memiliki garis pantai yang lebih pendek dan sebagian besar merupakan kawasan hutan lindung yang menjadi kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Karena itu, Dislutkan Kalsel memfokuskan rehabilitasi di wilayah APL agar program berjalan optimal dan tepat sasaran.
Program ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, melainkan juga melibatkan masyarakat pesisir secara aktif, mulai dari proses penyediaan bibit, penanaman, hingga pemeliharaan pasca tanam. Kegiatan tersebut dijalankan melalui kerja sama dengan pihak ketiga yang melibatkan kelompok masyarakat lokal.
“Masyarakat di sekitar kawasan yang direhabilitasi kita libatkan penuh. Mereka yang menyiapkan bibit, menanam, bahkan ikut menjaga setelah kegiatan selesai. Kita bentuk kelompok-kelompok yang sudah diberikan edukasi dan dibuatkan MoU untuk kerja sama pengawasan,” jelas Rusdi.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa rehabilitasi mangrove ini tidak hanya bertujuan menjaga lingkungan, tetapi juga mendukung keberlanjutan kawasan budidaya perikanan. Idealnya, satu hektare tambak atau area budidaya membutuhkan dukungan tiga hektare kawasan mangrove.
Sejumlah area rehabilitasi bahkan diarahkan menjadi destinasi ekowisata mangrove yang dikelola secara kolaboratif oleh Desa dan kelompok masyarakat setempat.
Kegiatan penanaman telah rampung dilaksanakan sesuai dengan musim tanam mangrove, yakni antara bulan Maret hingga akhir Mei. Penanaman di luar periode tersebut dianggap berisiko karena dipengaruhi oleh cuaca dan rendahnya tingkat keberhasilan tumbuh bibit.
By; Herpani
Sumber; MC Kalsel