Jakarta, Kabaronenews.com,-Akhmad Azam Akhsya, mantan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri (PN) Jakarta Barat, selaku Jaksa Eksekutor yang menyidangkan perkara Investasi bodong, dihukum 7 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, 8/7/2025.
Majelis Hakim menyatakan, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar hukum, sebagaimana disebutkan dalam dakwaan Jaksa, dalam Pasal 12 huruf e UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan korupsi, ujar pimpinan sidang Sunoto di sidang dalam putusannya yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Terdakwa juga dihukum membayar denda 250 juta rupiah.
Dalam putusannya, majelis hakim berpendapat bahwa tuntutan penuntut umum belum sepenuhnya mencerminkan rasa keadilan dan belum proporsional dengan tingkat perbuatan terdakwa.
Pertimbangan dalam putusan Majelis Hakim menyampaikan, untuk perbuatan terdakwa dalam konteks proporsionalitas pidana dapat dipertimbangkan tingkat kesalahan dan peran masing-masing pelaku dalam melakukan perbuatannya.
Berdasarkan fakta fakta yang terungkap dalam persidangan, bahwa terdakwa selaku Jaksa eksekutor memiliki peran paling dominan dan memperoleh keuntungan terbesar dari pembagian manipulasi eksekusi putusan barang bukti terkait perkara tersebut. Sedangkan peran Oktavianus memiliki peran yang lebih aktif dibandingkan dengan Bonifasius Gunung dalam memberikan uang kepada Azam,” terang majelis hakim.
Oleh karena itu, terdakwa tidak mendukungbprogram pemerintah dalam hal pemberantasan tindak pidana korupdi, sehingga patutlah dihukum sesuai perbuatannya, ungkap Majelis Hakim.
Dalam dakwaan JPU Sebelumnya disebutkan, terdakwa Azam bersekongkol dengan Bonifasius Gunung, Oktavianus Setiawan, selaku kuasa hukum ratusan korban penipuan investasi bodong Robot Trading Fahrenheit. Para terdakwa dengan sengaja untuk memanipulasi jumlah pengembalian barang bukti terhadap para korban tipu gelap tersebut.
Modus perbuatan Terdakwa Azam yakni, mendesak Bonifasius Gunung memanipulasi jumlah pengembalian barang bukti uang terhadap 68 korban investasi robot trading Fahrenheit dengan cara mengubah jumlah uang pengembalian yang seharusnya 39,350 miliar rupiah menjadi 49,350 miliar rupiah. Dimana dari kelebihan 10 miliar rupiah, terdakwa meminta bagian sekitar 3 miliar,” ujarnya.
Terdakwa Azam dan Oktavianus Setiawan bersepakat memanipulasi pengembalian uang barang bukti kepada para korban yang diwakilinya dengan cara seolah-olah melakukan pengembalian terhadap kelompok Bali sekitar 17, 801 miliar rupiah. Padahal kelompok Bali tersebut hanya merupakan akal-akalan dari saksi Oktavianus Setiawan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dari pengembalian barang bukti perkara atas nama Hendry Santoso.
“Terdakwa mendesak saksi Oktavianus Setiawan agar uang sekitar 17, 801 miliar dibagi rata dan terdakwa meminta bagian sekitar Rp 8,5 miliar,” ujar penuntut umum.
Uang yang diterima terdakwa Azam dari Oktavianus Setiawan, Bonifasius Gunung dan Brian Erik First Anggitya Rp 11,7 miliar. Azam menyetorkannya kepada istrinya sebesar Rp 8 miliar, bayar Asuransi BNI Life Rp 2 miliar, Deposito BNI Rp 2 miliar, beli tanah Rp 3 miliar, jalan-jalan ke luar negeri Rp 1 miliar, dan ditukar ke mata uang dolar Singapura Rp 1,3 miliar.
Selain itu, diberikan ke Dody Gazali (Plh. Kasi Pidum/ Kasi BB Kejari Jakarta Barat) Rp 300 juta, diberikan kepada Hendri Antoro (Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat) yang dititipkan terdakwa melalui saksi Dody Gazali Rp 500 juta, kepada Iwan Ginting (mantan Kajari Jakarta Barat) sekitar tanggal 25 Desember 2023 bertempat di Citos dengan disaksikan Sunarto (mantan Kasi Pidum Kejari Jakarta Barat) Rp 500 juta.
“Kepada Sunarto (mantan Kasi Pidum Kejari Jakarta Barat) Rp 450 juta, kepada M. Adib Adam (Kasi Pidum Kejari Jakarta Barat) dalam bentuk tunai Rp 300 juta, kepada Baroto (Kasubsi Pratut Kejari Jakarta Barat) Rp 200 juta, kepada staf Rp 150 juta, kepada kakak terdakwa Rp 200 juta, dan kepentingan terdakwa Rp 1,1 miliar,” dalam dakwaan JPU,
Penulis : P.Sianturi