Jakarta ,Kabaronenews.com,- Sejumlah Ahli Hukum Pidana dari berbagai Dosen Universitas dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan Pendapat tentang defenisi, manfaat, resiko pelaksanaan Hukum Pidana, khususnya dalam pemberlakuan Undang Undang Infomasi Transaksi Elektronik (UU ITE) bagi pelaku yang melakukan tindak pidana.
Para Ahli Hukun Pidana yang dihadirkan JPU, merupakan Ahli dalam Berita Acara Penyidikan (BAP) untuk memberikan pendapat dibaeah sumpah dalam persidangan, terkait perkara ujaran kebencian, pencemaran nama baik atau fitnah melalui media elektronik melibatkan terdakwa Hendra Lie.
Para Ahli Hukum Pidana tersebut yakni; DR.Trubus Rahadiansyah SH MH, Dosen Fakultas Hukum Sosiologi Universitas Trisakti, dan DR.Flora Dianti SH MH, Dosen Fakultas Hukum Pidana Universitas Indonesia, DR Effendi Saragih SH MH, Ahli Hukum Pidana Umum, Dosen Universitas Trisakti dan DR Soma Hidyah SH MH, Ahli Hukum Pidana Guru besar Universitas Padjajaran Bandung.
Ke empat Ahli Hukum Pidana tersebut, berpendapat bahwa setiap ada perbuatan yang berkaitan dengan tindak pidana, haruslah dibuktikan dengan bukti bukti sesuai perbuatannya. Apabila ada suatu perbuatan yang merugikan orang lain atau seseorang, maka perbuatan tersebut harus diperiksa untuk membuktikan apakah unsur unsur pidana yang merugikan orang lain tersebut benar benar ada perbuatan.
Terkait dengan unsur Pidana tentang pasal 27 ayat (3) UU ITE, mengatur tentang larangan mendistribusikan, mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal ini melarang penyebaran informasi elektronik yang bertujuan untuk merendahkan martabat atau mencemarkan nama baik seseorang melalui media sosial.
Menurut Ahli Pidana Effendi Saragih, larangan yang dimaksud dalam UU ITE tersebut berlaku untuk segala bentuk penyebaran informasi, baik melalui distribusi, transmisi (pengiriman), maupun pembuatan informasi dapat diakses oleh orang lain. Siapa saja yang ada dalam susunan pembuatan konten tersebut baik Host, Narasumber, dan orang yang bertanggungjawab dalam pembuatan konten tersebut dapat di Pidana bersama sama.
Apalagi sebelum pembuatan konten atau sebelum tayang sudah ada kesepakatan antara Narasumber dan Host untuk menayangkan hasil wawancara, maka unsur unsur pidananya tentang UU ITE sudah tentu dapat diproses hukum. Terkait unsur kesengajaan yakni ; pelaku harus melakukan perbuatan tersebut dengan sengaja, artinya ada niat untuk melakukan tindakan yang melanggar pasal ini.
Sebenarnya setiap orang tidak memiliki hak untuk menuduh seseorang sebagai tersangka atau melakukanbtindak pidana apapun sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Walaupun seseorang itu sudah terhukum atau terpidana, tidak dapat seseorang dengan mengatakan kamu terhukun. Apalabila yang bersangkutan keberatan dan melaporkan maka yang menyatakan itu dapat dikenakan pidan.
“Makanya pemerintah membuat rambu rambu sebagai undang undang, supaya bagi setiap warga negara tidak sembarangan dan ada batasannya menyampaikan sesuatu baik secara langsung dan apalagi memelalui media sosial. Pelaku harus tidak memiliki hak atau wewenang untuk menyebarkan informasi tersebut”, ungkap Effendi Saragih.
Sementara Soma Hidayah Ahli Hukum dari Universitas Padjajaran brrpendapat, dalam konteks permasalahan pasal 27 ayat (3) UU ITE, merupakan delik aduan, artinya proses hukum baru dapat berjalan jika ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan. Nama korban yang dirugikan harus benar benar disebut dalam unsur pidananya.
Yang terpenting adalah apakah suatu informasi termasuk pencemaran nama baik atau tidak, bersifat subjektif dan bergantung pada korban. Nama korban harus benar benar dirinya dicemarkan atas apa tindak pidana yang dilakukan pelaku. Makanya, walau pun pelaku tindak pidana menyebut ada buktinya yang diucapkan itu, akan tetapi tidak cukup hanya itu sebagai pembelaan untuk meloloskan perbuatan pidana. Namun harus dibuktikan dengan putusan putusan pengadilan.
Hal itu disampaikan Ahli usai mendengar dan melihat pemutaran video podcast dugaan pencemaran nama baik dan atau fitnah yang disampaikan terdakwa Lie dalam konten di Kanal Youtube Anak Bangsa milik Rudi S Kamri. Dalam podcast disebutkan terdakwa Hendra Lie bahwa korban Fredie Tan sudah diduga tersangka, korupsi, rumahnya digeledah tapi masih lolos, demikian isi Podcast tersebut sehingga menjerat Hendra Lie duduk dikursi pesakitan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan menjadikan Rudi S Kamri pemilik Kanal Youtube Anak Bangsa menjadi tersangka UU ITE.
Ahli menyampaikan, dalam hal unsur pidana pencemaran nama baik harus ada kejelasan identitas orang yang dihina atau dicemarkan, bukan hanya ditujukan kepada umum atau kelompok. Demikian juga tentang apa yang diucapkan penghinaannya harus mempertimbangkan konteks sosial dan psikologis dari informasi tersebut terhadap diri korban, terhadap keluarganya dan pekerjaannya.
Kerugian dalam hukum pidana bukan hanya karena kerugian materil, namun juga termasuk kerugian potensi. Kerugian tidak langsung, yang seharusnya yang dirugikan itu mendapatkan keuntungan menjadi tidak dapat keuntungan itu merupakan kerugian dalam hukum pidana.
Oleh sebab itu, unsur unsur yang terkandung dalam UU ITE harus dibuktikan dengan perbuatan apa yang dilakukan pelaku. Apa yang disampaikan pelaku melalui media sosial itu harus dipertanggungjawabkan dengan bukti bukti tidak hanya kata kata.
“Pelaku harus membuktikan apakah yang disampaikannya itu ada buktinya atau tidak. Jika yang disampaikan ke publik tidak ada buktinya maka itu sudah masuk unsur pidana”, ungkap Ahli Soma Hidayah, 15/8/2025.
Dalam perkara ini JPU Peter DH MH, menyebutkan, terdakwa Hendra Lie, merupakan nara sumber sementara Rudi Santoso MM alias Rudi S Kamri sebagai host, pengelola, pemilik atau penanggung jawab akun youtube Kanal Anak Bangsa. Kedua terdakwa membuat dan merekam tayangan podcast youtube lalu mempostingnya sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 20 November 2022 dan 8 Maret 2023, sehingga tayangan tersebut menjadi viral dan menjadi konsumsi publik.
Terdakwa didakwa secara terang-terangan menyerang kehormatan Fredi Tan selaku pengusaha yang merasa dicemarkan nama baiknya dan juga terdakwa didakwa melontarkan ujaran kebencian kepada korban Fredi Tan, yang berpotensi menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dimana Fredi Tan alias Awi dikenal sebagai principal PT.Wahana Agung Indonesia Propertindo (PT.WAIP) yang bekerjasama dengan PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk (PT.PJA) dalam membangun dan mengelola gedung musik stadium di pantai timur karnaval ancol dikenal Beach City International Stadium. Terdakwa Hendra Lie adalah penyewa salah satu ruangan di gedung musik stadium ancol tersebut, dengan menggunakan bendera Mata Elang International (MEIS), lalu diputus inkracht oleh Pengadilan karena terbukti melakukan wanprestasi, sehingga perjanjian sewanya diakhiri.
Terdakwa disebut JPU tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan fitnah dan pencemaran nama baik dengan melawan hukum yang ditayangkan pada konten video podcast di portal youtube atas nama Kanal Anak Bangsa, dengan URL: https://.youtube.com/@KanalAnakBangsa berjudul “Membongkar Pembiaran Kerugian Negara Ratusan Milyar PT.Pembangunan Jaya Ancol (PT.PJA)” dalam konten disebutkan, “Budi Karya Terlibat” dengan URL konten: https://www.youtube.com/watch? y=yJ0QMHtn0Rs dan video berjudul “PJ. Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono Dituduh Melecehkan Ombudsman RI, Benarkah ? dengan URL konten: https://www.youtube.com/watch? v=9G4M027_UBs.
Penulis : P.Sianturi



















