Jakarta ,KabarOneNews.com,-Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tentang Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang disidangkan di pengadilan, tidak boleh berdiri sendiri.
Artinya, sesuai pasal Undang Undang TPPU, tidak boleh berdiri sendiri disidangkan harus ada tindak pidana asalnya, supaya pelaku kejahatan TPPU bisa di pidana. Sehingga apabila perkara TPPU disidangkan tanpa ada pidana asalnya, maka dakwaan JPU batal demi hukum.
Hal itu disampaikan Ahli Hukum Pidana DR.Mudzakir SH MH, yang juga Dosen Fakultas Hukum UII, saat memberikan pendapat sebagai Ahli dalam sidang perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yang dituduhkan kepada terdakwa Firman Hertanto dan terdakwa korporasi Ricco Hertanto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.
Menurut Ahli, harusnya perkara yang didakwakan terhadap perkara TPPU pada pelaku kejahatan perkara awalnya bisa disidangkan secara bersama sama dengan pelaku TPPU nya. Dalam pasal 3 UU TPPU dijelaskan, sesungguhnya ada dua pelaku dalam perkara TPPU, yaitu pelaku asal dan yang menyimpan hasil kejahatan itu.
“Ahli mencontohkan perkara 480 KUHP, tentang penadahan, atau penampung hasil kejahatan, perkara tersebut harus ada perkara awalnya seperti pencurian dan pidana kejahatan lainnya, lalu pelaku penampungnya bisa disidangkan. Jika tindak pidana asalnya tidak ada maka pelaku penadahan batal demi hukum”, ungkap Mujakir di hadapan Majelis Hakim pimpinan Sorta Ria Neva, didampingi Hakim anggota Ranto S dan Yusty Cinianus Radja.
Ahli menyampaikan, bahwa pembuktian penanganan pidana TPPU merupakan pidana lanjutan yang dibuktikan dengan pidana awal. Mengapa demikian, karena UU TPPU harus menyidangkan perkara asal karena tindak pidana pencucian uang adalah tindak pidana lanjutan (follow-up crime) dari tindak pidana asal.
Alasan mengapa UU TPPU harus memperhatikan tindak pidana asalnya sebab, TPPU tidak terjadi begitu saja. Perkara TPPU biasanya melibatkan harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana lain (tindak pidana asal) seperti korupsi, narkoba, atau kejahatan terorganisir, serta Judi Online. Sehingga tindak pidana asal membantu penyidik dan jaksa melacak asal usul harta kekayaan yang dicuci. Ini penting untuk membuktikan unsur-unsur TPPU dan mengungkap jaringan kejahatan yang lebih luas.
Kata Ahli, “bahwa tujuan menyidangkan pidana awal adalah untuk mengungkap tindak pidana hasil kejahatan. Penegak hukum dapat mengambil tindakan lebih lanjut terhadap pelaku tindak pidana asal untuk mengungkap hasil kejahatannya tentang pencucian uang, ungkapnya.
Selain persidangan agenda pendapat Ahli dari pihak terdakwa itu, juga mendengar keterangan saksi fakta. Pihak terdakwa menghadirkan Supandi Suparji, Ivan Efendi dan Susanto Budiarjo yang merupakan saksi fakta bagian keuangan dan bagian audit pribadi Firman Hertanto, dan audit perusahaan PT.AJP yang mengelola Hotel Aruss.
Saksi fakta dan saksi meringankan menyampaikan, setahu saksi bahwa uang yang di kirim terdakwa Firman Hertanto untuk membangun Hotel Aruss di Semarang, merupakan uang milik terdakwa yang berasal dari penjualan tanah.
Menjawab pertanyaan Penasehat Hukum terdakwa, apakah saksi pernah melihat Firman Hertanto bermain judi online atau menerima transferan dari hasil Judol ? Saksi menyampaikan tidak pernah mengetahui terdakwa main Judol dan tidak pernah mengetahui Firman Hertanto sebagai penampung hasil Judol, ungkap saksi.
Saksi bagian audit perusahaan menyampaikan, sesuai hasil audit keuangan Firman Hertanto hingga tahun 2023, uang terdakwa sebesar 1,1 triliun rupiah lebih. Uang itu tercatat dalam laporan pembukuan keuangan Firman Hertanto yakni, berasal dari hasil penjualan tanah dan lahan usaha karaoke di Medan, hasil menjual tanah di Bali di Semarang, hasil sewa tanah. Bukti hasil penjualan tanah dan hasil sewa tanah milik terdakwa ditunjukkan saksi dan Penasehat Hukum di persidangan, ucap saksi
Terdakwa Membantah tuduhan dakwaan JPU tentang Bos Judi Online. Menurut terdakwa, dari seluruh saksi saksi yang diperiksa dalam persidangan tidak ada yang mengetahui dan mengaku bahwa uang yang ada dalam rekening koran saya berasal dari Judol. Para saksi tidak kenal dengan saya, saya pun tidak kenal saksi.
Saya dituduhkan sebagai bos Judol, siapa pemain judinya saya tidak kenal, bahkan bukti pengiriman atau transfer uang dari pemain judi atau penampung uang judol yang katanya mentransfer ke rekening saya, tidak ada pengakuan dari saksi saksi. Dituduh menerima transferan dana uang Judol tapi saya tidak tahu dan tidak ada yang kenal dengan para saksi dan saksi pun tidak ada yang kenal saya, ungkap Firman Hertanto, di PN Jakarta Utara pada persidangan beberapa hari lalu.
Dalam dakwaan tim JPU dari Kejaksaan Agung Suwandi, Subhan Nur Hidayat menyebutkan, terdakwa korporasi PT.AJP) di wakili Ricco Hertanto menerima uang sejumlah Rp.200 m, yang ditransfer Komisaris PT. AJP dari rekening bank BCA milik Firman Hertanto dengan nomor 0693046855 dan nomor 0090033891 ke dalam rekening PT Arta Jaya Putra pada bank BCA dengan nomor 96053333 dan rekening nomor 0098968787 yang digunakan terdakwa PT.Arta Jaya Putra untuk proyek pembangunan Hotel Aruss di Semarang Jawa Tengah
Perbuatan terdakwa PT.AJP yang diwakili Ricco Hertanto sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Penulis : P.Sianturi



















