Jakarta ,Kabaronenews.com,-Sidang gugatan No.11/G/2025/PTUN.Jkt, tentang pembatalan Surat Keputusan (SK) Kemenkumham RI, pengesahan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDIP) periode 2024-2025, kembali di gelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), 9/7/2025.
Sidang mendengarkan keterangan atau Pendapat Ahli dari Penggugat, dihadiri Tergugat Kumham RI dan Kuasa Hukum Tergugat II Intervensi pihak DPP PDIP. Penggugat yang merupakan kader PDIP, Johannes Anthonius Manoppo dan Gogot Kusuma Wibowo, melalui Kuasa Hukumnya, Anggiat BM Manalu SH MH, menghadirkan dua orang Ahli, yaitu Syahrial Ahli Bahasa Dosen Universitas Indonesia (UI) dan Prof Dr.Suparji SH MH, Guru Besar, Ahli Hukum Tata Negara Universitas Al Azhar Jakarta.
Sebelum menyampaikan pendapatnya sebagai Ahli, Majelis Hakim pimpinan Luciya Permatasari, mengangkat sumpah terhadap kedua Ahli agar memberikan Pendapat yang sebenarnya sesuai keahlian, terkait Gugatan pembatalan SK kepengurusan partai belambang Banteng moncong putih tersebut.
Syahrial Ahli Bahasa berpendapat, dalam perkara Gugatan Perpanjangan masa jabatan dan adanya Perubahan kepengurusan mengartikan bahwa, makna bahasa perubahan dan makna di perpanjang adalah hasil dari proses merubah, dimana hasilnya menjadi Perubahan yang merupakan hasil dari tindakan merubah.
Sementara makna diperpanjang adalah merupakan objeknya, hasil tindakan aktifnya untuk memperpanjang hasilnya perpanjangan. Tentang arti dalam suatu kepengurusan Partai yang diperpanjang masa kepengurusannya, menurut pendapat Ahli adalah, suatu kepengurusan adanya perpanjangan, dalam suatu pengurus ada kata kata diperpanjang. Objeknya diperpanjang, artinya adanya penambahan waktu masa periode karena berkaitan dengan waktu.
Ahli menerangkan, Saya memperpanjang dan melakukan perubahan dan perpanjangan. Ada dua hasil dan dua perubuatan. Artinya adanya persesuaian dengan orang yang sama dan orang lain.
Dalam suatu organisasi adanya perubahan struktur dan komposisi yang mengikuti waktu. Secara umum boleh saja, tapi kalau berkaitan dengan sistem tertentu tidak diperbolehkan adanya perubahan.
Contohnya, Saya tidak boleh menentukan saya sendiri sebab saya punya institusi. Artinya, “Adanya persesuaian dengan orang yang sama, dan dalam suatu organisasi adanya perubahan struktur dan komposisi yang mengikuti waktu. Secara umum boleh saja tapi kalau berkaitan dengan sistem tertentu itu tidak diperbolehkan”, ungkap Ahli Syahrial dihadapan Majelis Hakim PTUN dan Tergugat serta dihadapan Terggat II Intervensi.
Kuasa Pengugat intevensi Aris dan Rekan minta pendapat Ahli, Apakah ada perbedaan Bahasa komunikasi masyarakat sehari hari dengan komunikasi bahasa hukum ?
Menurut Ahli, ada perubahan yang disebut larans selingkum, ada ragam bahasa sebagaimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Bahasa Perpanjangan yang dikaitkan dengan hukum, harus diterima masyarakat umum, apakah kata perpanjangan dan perubahan itu mengacu pada istilah hukum yang khas. Kalaupun dipakai dalam undang undang itu merupakan suatu penjelasan dari keputusan, ujar Syahrial menanggapi pertanyaan Tergugat dan Tergugat Intervensi.
Sementara pendapat Ahli Hukum Tata Usaha Negara, Prof Dr Suparji menjawab pertanyaan, Kuasa Hukum Penggugat, Siapa yang berhak sebagai Legal Standing dalam Pengadilan Tata Usaha Negara ?, Bagaimana menurut Ahli tentang tenggang waktu 90 hari masa gugatan Penggugat terkait tata cara persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara ? Tanya Angiat Manalu.
Ahli menjawab, yang berhak sebagai Legal Standing dalam perkara Tata Usaha Negara adalah, seseorang bagian dari hukum Perdata. Tata Usaha Negara identik dengan Perdata. Terkait tenggang waktu masa menggugat hasil tata usaha negara, bisa di kecualikan terhadap Penggugat apabila tidak mengetahui informasi tentang pengunuman hasil tata usaha negara tersebut. Keputusan hasil tata usaha negara tersebut harus
diinformasikan secara resmi baik kepada pihak dan kepada khalayak umum.
Bahwa masa tenggang 90 hari setelah pengumuman administrasi dan berita acara negara tersebut merupakan imitasi. Sebab Penggugat harus diberikan tenggang waktu atau pengecualian apabila benar benar tidak mengetahui informasi atau pengunuman hasil tata usaha negara tersebut. Tidak sekedar hanya mencantumkan saja di website, jangan hanya prosedur tapi bisa diakses semua publik.
Kalau sudah ada bukti dan diberitahukan maka itulah yang merupakan bukti informasi tersebut. Namun menurut Ahli, yang diuji dalam Gugatan PTUN bukan masalah waktu, tapi yang diuji PTUN adalah yang merupakan adanya dampak hukum yang ditimbulkan setelah adanya hasil Tata Usaha Negara tersebut.
Setiap ada yang keberatan terhadap hasil tata usaha negara tersebut maka bisa digugat di PTUN.
Berkaitan upaya administratif yang dilakukan ada beberapa substansi yang harus dilaksanakan yakni:
Pertama : Akibat hukum, artinya : Jika ada suatu Partai Politik (Parpol) memperpanjang pengurusan, kalau tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (ART/ADRT) Parpol yang telah diatur undang-undang
maka keputusan yang di terbitkan bisa digugat dan dibatalkan.
Kedua : Apakah keputusan Tata Usaha Negara nya, artinya Keputusan tata usaha negara harus sesuai dengan undang undang, bukan hasil keputusan Partai Politik. Oleh sebab itu, kalau terbukti ada kesalahan dalam penerbitan hasil tata usaha negara, maka hasil TUN bisa dibatalkan.
Menjawab pertanyaan Tergugat II Intervensi Kuasa Hukun DPP PDIP, yang diwakili Aris SH, Apa fungsi dari Berita Acara Negara ?, Menurut Pendapat Ahli, bahwa berita acara negara itu adalah sebuah mekasime yang mengumumkan hasil tata negara itu, sehingga publik harus tahu dan para pihak sampai ke daerah mengetahuinya.
Bahwa pengumuman Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) tentang batas waktu(time line) tentang mengajukan Gugatan, itu merupakan kontek teori, dimana apabila sudah di umumkan atau disampaikan ke umum. “Saya tidak sampai ke pembuktian pengumuman, tapi tentang teori tenggang waktu itu sendiri”, ucapnya.
Terkait dengan keputusan Mahkamah Partai, Ahli menjelaskan, bahwa Mahkamah Partai merupakan penyelesaian perselisihan internal Partai, contohnya perselisihan penentuan pengurus partai. Bukan tentang Legal Standing atas kerugian hak atau kerugian secara umum terkait dengan hak seseorang. Apabila haknya seseorang atau umum tidak terpenuhi berarti haknya terabaikan.
“Kerugian itu bukan hanya secara ekplisit tapi bisa secara subtansi.
Antara keputusan TUN dan keputusan Partai tidak dapat dipisahkan, hanya saja keputusan Paryai bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara, namun keputusanbtun merupakan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara, ungkap Ahli Guru Besar Universitas Al Azhar tersebut.
Lebih lanjut Ahli menyampaikan, kerugian dengan melanggar ART/ADRT Parpol bisa berdampak pada kerugian hukum yang mengatur ART/ADRT. Jika demikian, jalan keluarnya melakukan suksesi jika ketum tidak dijakankan, maka apa yang akan dilakukan oleh Ketum Parpol dan pengurus Partai adalah sangat ditentukan hukum. Sebab klausal ART/ADRT tidak boleh bertentangan dengan undang undang.
Menyikapi Gugatan Penggugat yang merupakan kader PDIP, Kuasa Hukum Penggugat tidak memberikan komentar saat diminta tanggapannya usai persidangan Pendapat dua Ahli yang diajukan Penggugat.
Untuk diketahui
Bahwa Gugatan Penggugat di PTUN sesuai perkara No. 113/G/2025/PTUN.Jkt, yaitu tentang Pembatalan Keputusan Menkumham No. M.HH.11.02. Tahun 2014 tanggal 1 Juli 2024 Tentang Pengesahan Perubahan Struktur, Komposisi, dan personalia DPP PDIP masa bakti 2019-2024, yang diperpanjang hingga Tahun 2025, tanpa Munas.
Dalam Gugatan :
Penggugat prinsipal merupakan kader partai PDIP, keduanya mendaftarkan gugatan melalui Kuasa Hukumnya Advokat Anggiat BM Manalu SH MH, terkait dugaan tidak sahnya kepengurusan DPP PDIP periode 2019-2024 yang diperpanjang sampai 8 Agustus 2025 tanpa kongres partai.
Bahwa kepengurusan tersebut telah mendapat persetujuan dengan diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Kemenkumham RI. Oleh karena itu, SK Kemenkumham RI atas kepengurusan PDIP itulah yang diminta Penggugat untuk dibatalkan Majelis Hakim PTUN, sebab prosedurnya ditengarai tidak sesuai ART dan ADRT partai politik (Parpol).
Dalam petitumnya Penggugat memohon kepada Majelis Hakim supaya :
– Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya
– Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara.
– Menyatakan batal demi hukum atau tidak sah Kepmenkumham RI No. M.HH-05.AH.11.02, Tahun 2024, tentang pengesahan struktur , komposisi, dan personalia DPP PDIP masa bakti 2024-2025.
– Mewajibkan Menkumham RI, untuk mencabut SK Menkumham No.M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024 tentang pengesahan struktur, komposisi, dan Personalia DPP PDIP masa bakti 2024- 2025.
Penulis : P.Sianturi