Bangka Tengah, Kabar One. Com – Penambangan timah diduga Ilegal menggunakan 1 unit alat berat penggali atau eksavator merk Hitachi, tampak tengah beraktifitas di ujung Desa Teru, Kecamatan Simpang Katis, Kabupaten Bangka Tengah, pada Senin (28/4/2025).
Penambangan ini tepat berada ditepi Jalan Propinsi arah Kota Pangkalpinang menuju Pelabuhan Sungai Selan, persisnya di ujung Desa Teru dekat perbatasan dengan Desa Beruas.
Penambangan ini dari jalan aspal agak kurang terlihat, karena sekelilingnya ditutupi dengan terpal plastik warna hitam setinggi 2 meter lebih.
Namun untuk alat eksavatornya, ketika sedang menggali akan jelas terlihat dari tepi jalan karena posisi eksavator terkadang berada diatas gundukan galian.
Salah seorang warga Desa Teru tetapi menghindari namanya disebutkan, mengatakan jika tambang timah tersebut milik Apin.
“Kalau tambangnya milik Apin, warga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka. “Ujarnya.
Penambangan ini bisa lancar ternyata karena ada yang membekingnya yaitu seorang oknum TNI AD inisial St yang selalu hadir dilokasi.
“Untuk oknum TNI yang sering dilokasi yaitu St. “Jelas warga tersebut.
Penambangan timah ini tampaknya disinyalir sudah memasuki areal Kawasan Hutan Konservasi TAHURA (Taman Hutan Rakyat) Bukit Mangkol.
Hal ini terlihat dengan telah melampui batas Plang Informasi TAHURA Bukit Mangkol yang dipasang oleh PEMPROV BABEL (Bangka Belitung).
Ini sangat jelas terlihat dari lobang galian tambang yang telah melewati beberapa puluh meter dari batas plang informasi tersebut.
Mengenai hasil dikatakan warga tersebut lumayan banyak, sehari hingga 6 kampil bijih timah, dimana 1 kampil rata-rata beratnya 50 kg bahkan lebih.
“Untuk hasilnya pada bagian galian yang telah melampaui papan plang informasi tersebut, sehari dapat 6 kampil. Aktifitasnya pada bagian ini sekitar seminggu lebih. “Ungkap warga tersebut.
Pada bagian ini, pemilik tambang Apin membayar biaya fee kepada pemilik lahan kebun yang sudah ditanami dengan pohon lada dan sawit.
“Lahan dimiliki oleh Wak Haji warga Desa Teru, dan Apin membayar sejumlah fee. “Katanya.
Karena pemilik lahan tidak mengijinkan lagi penggarapan lahan yang telah ditanami, penambangan timah ini kini menyasar kearah tepi jalan aspal milik Propinsi Babel, dan berjarak cuma beberapa meter saja dari tepi aspal.
“Pemilik lahan kebun tidak mengijinkan lagi karena Dia sayang dengan tanam tumbuhnya walaupun timahnya masih banyak, jadi penambangan kini beralih kedekat jalan raya. “Ujar warga tersebut.
Untuk lahan yang sekarang ditambang, dikatakan memang milik Apin.
“Kalau lahan yang diarah jalan yang sekarang ditambang, memang milik Apin karena sebelumnya telah dibeli. “Beber warga tersebut.
Untuk harga timah, dikatakan warga ini dilokasi banyak warga yang melimbang (mengumpulkan timah sisa hasil pemisahan antara pasir dengan bijih timah primer).
“Untuk harga timah hasil warga melimbang tersebut dijual kisaran Rp 140.000 per kilogram. “Ujarnya.
Untuk harga timah bukan sisa (timah primer) yang didapatkan pemilik tambang tentu jauh diatas harga hasil warga melimbang, yang bahkan bisa Rp 150.000 hingga Rp 170.000 per kilogramnya.
Sehingga jika dihitung kasar untuk hasil yang didapatkan pada bagian diareal kebun tersebut, sehari hingga 300 kg lebih. Jika dikalikan Rp 150.000 saja, maka sehari bisa mencapai Rp 50 juta kotor untuk pemasukan pemilik tambang.
Publik Babel tentunya mempertanyakan kemana APH. Mengapa penambangan ilegal yang sangat jelas terlihat ini dilakukan pembiaran, bahkan sudah merambah Kawasan Hutan Konservasi TAHURA Bukit Mangkol yang jelas telah melanggar UU Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999, serta UU No. 3 tahun 2020 tentang Minerba
Akan hal tersebut sejumlah pihak masih diupayakan konpirmasinya. (Tim)
.