Oleh: Ahmad faidullah Akbar,M.Pd (Dosen fakultas agama Islam program studi PGMI)
Lamongan, KabarOne News.com– Pendidikan di tingkat dasar memiliki peran strategis sebagai pondasi utama dalam membentuk karakter generasi bangsa. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, lahirlah Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang menjadi wadah pembelajaran berbasis proyek untuk menanamkan nilai-nilai utama Pancasila pada peserta didik. P5 hadir bukan hanya sebagai kewajiban kurikulum, tetapi lebih dari itu menjadi instrumen nyata untuk menumbuhkan sikap disiplin, tanggung jawab, gotong royong, serta empati yang sangat dibutuhkan di era globalisasi. Salah satu implementasi menarik P5 dapat dilihat dari penelitian Ahmad Faidullah Akbar, M.Pd, dosen muda Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Universitas Islam Lamongan (Unisla) yang melakukan kajian di MI Murni Sunan Drajat Lamongan melalui kegiatan ekobrik di kelas 4.
Dalam penelitiannya, Ahmad menjelaskan bahwa kegiatan sederhana berupa pembuatan ekobrik, yakni botol plastik yang diisi limbah anorganik hingga padat, ternyata mampu membentuk karakter peserta didik secara bertahap. Siswa dilatih untuk disiplin dalam mengumpulkan sampah, konsisten dalam mengisi botol, serta bertanggung jawab menyelesaikan tugas sesuai target yang ditentukan. Dari sisi kedisiplinan, anak belajar bahwa setiap kegiatan memiliki aturan yang harus ditaati, sementara dari sisi tanggung jawab mereka menyadari bahwa tugas yang diberikan guru bukan sekadar kewajiban pribadi tetapi juga kontribusi terhadap keberhasilan kelompok.
Lebih jauh, Ahmad menekankan bahwa kegiatan ekobrik menumbuhkan sifat gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Dalam proses pengerjaan, siswa tidak bekerja sendiri tetapi saling membantu, berbagi peran, dan mendukung teman yang mengalami kesulitan. Inilah nilai kebersamaan yang diwariskan oleh budaya luhur bangsa dan selayaknya terus ditanamkan sejak dini. Menurut Ahmad, gotong royong bukan hanya sebuah konsep, tetapi harus dihidupkan dalam praktik keseharian siswa, salah satunya melalui proyek P5 yang dirancang kontekstual dengan kondisi sekolah dan lingkungan.
Dari perspektif psikologis, penelitian ini juga menunjukkan bahwa kegiatan ekobrik dapat meningkatkan empati peserta didik. Anak-anak tidak hanya peduli pada pekerjaannya sendiri, tetapi juga belajar memahami kondisi temannya, mengulurkan tangan saat ada yang kesulitan, dan menyadari bahwa masalah lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Empati yang lahir dari kegiatan sederhana ini menjadi modal sosial penting yang akan mempengaruhi perkembangan kepribadian anak di masa depan. Ahmad menegaskan bahwa pendidikan karakter tidak boleh berhenti pada ceramah atau nasihat moral semata, tetapi harus diwujudkan dalam aktivitas konkret yang menyentuh emosi dan pengalaman peserta didik.
Kontekstualisasi P5 melalui ekobrik di MI Murni Sunan Drajat juga relevan dengan isu lingkungan yang kian mendesak. Sampah plastik menjadi persoalan serius yang sulit terurai, namun dengan kreativitas siswa dapat diolah menjadi ekobrik yang bermanfaat. Dengan cara ini, sekolah tidak hanya mendidik anak cerdas dalam akademik, tetapi juga melahirkan generasi yang peduli terhadap keberlanjutan bumi. Ahmad melihat bahwa kegiatan ini memberi keuntungan ganda, yakni mendidik karakter sekaligus memberi solusi sederhana atas persoalan lingkungan.
Dalam pandangan akademik, P5 menjadi jembatan antara dunia teori dan praktik. Anak-anak tidak hanya mempelajari nilai Pancasila secara abstrak, tetapi juga menginternalisasikannya melalui pengalaman nyata. Dari kedisiplinan lahir sikap konsisten, dari tanggung jawab lahir rasa percaya diri, dari gotong royong lahir rasa kebersamaan, dan dari empati lahir jiwa peduli sosial. Semua nilai itu terintegrasi dalam satu kegiatan yang tampak sederhana namun bermakna dalam. Ahmad percaya bahwa jika kegiatan seperti ini ditradisikan di sekolah, maka secara bertahap akan terbentuk budaya belajar yang lebih humanis dan berkarakter.
Sebagai dosen muda, Ahmad Faidullah Akbar merupakan contoh akademisi yang tidak berhenti pada teori di ruang kuliah, tetapi langsung terjun ke lapangan untuk melihat dinamika pendidikan dasar. Ia menempatkan dirinya tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai peneliti yang berupaya memberikan kontribusi nyata bagi sekolah. Langkahnya ini sekaligus menunjukkan bahwa kolaborasi antara perguruan tinggi dan sekolah dasar sangat penting untuk menciptakan model pendidikan yang relevan dengan tantangan zaman.
Meski baru menapaki karier akademik, Ahmad memiliki visi besar untuk masa depan. Ia berencana melanjutkan studi doktoral (S3) pada tahun 2026 dengan tujuan memperdalam kajian tentang pendidikan karakter dan implementasinya dalam konteks madrasah. Harapannya, pengalaman penelitian lapangan yang ia miliki dapat dipadukan dengan analisis akademik yang lebih mendalam, sehingga lahir gagasan-gagasan segar yang bermanfaat bagi dunia pendidikan Indonesia. Semangatnya ini patut diapresiasi karena menandakan hadirnya generasi dosen muda yang progresif dan visioner.
Opini akademik yang lahir dari penelitian Ahmad Faidullah Akbar mengingatkan kita bahwa P5 tidak boleh dipandang sebagai proyek formalitas belaka. Lebih dari itu, P5 adalah ruh dari Kurikulum Merdeka yang harus diwujudkan dalam tindakan nyata, salah satunya melalui kegiatan berbasis lingkungan seperti ekobrik. MI Murni Sunan Drajat Lamongan telah membuktikan bahwa dengan dukungan guru, mahasiswa, dan dosen, peserta didik dapat diarahkan untuk menjadi pribadi yang disiplin, bertanggung jawab, mampu bekerja sama, dan berempati.
Dalam konteks yang lebih luas, gagasan ini juga memberi pesan bahwa pendidikan dasar harus menjadi garda terdepan dalam menyiapkan generasi emas Indonesia. Generasi yang tidak hanya cerdas dalam akademik, tetapi juga memiliki karakter kuat untuk menghadapi tantangan global. Jika sekolah lain dapat meniru model seperti yang dilakukan MI Murni Sunan Drajat, maka bukan tidak mungkin budaya peduli lingkungan dan karakter Pancasila akan tumbuh semakin kokoh di tengah masyarakat.
Dengan demikian, melalui pandangan dan penelitian Ahmad Faidullah Akbar, jelaslah bahwa P5 dan ekobrik bukan sekadar kegiatan rutin, melainkan strategi penting untuk menanamkan karakter sejak dini. Pendidikan yang menyentuh hati, membiasakan perilaku positif, serta mengaitkan dengan realitas lingkungan adalah kunci membangun generasi yang tidak hanya pintar, tetapi juga berakhlak dan peduli. Dari Lamongan, gagasan sederhana ini bisa menjadi inspirasi nasional, bahwa membangun bangsa besar dimulai dari langkah kecil namun konsisten di ruang kelas.



















