Jakarta ,KabarOnenews.com,- Sidang perkara pencemaran nama baik, fitnah, ujaran kebencian, melalui konten podcast youtube Kanal Anak Bangsa, melibatkan terdakwa Rudi S Kamri dilanjutkan dengan pendapat Ahli di Pengadilan Negeri (PN), Jakarta Utara, 23/10/2025.
Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Cinianus Radja, dengan dua anggota majelis hakim, sidang agenda keterangan atau pendapat Ahli yang tercatat dalam berkas perkara (BAP) Jaksa Penuntut Umum (JPU). JPU menghadirkan Ahli hukum pidana Dr Flora Dianti SH MH, sekaligus Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), setelah sebelumnya telah mendengar pendapat Ahli Hukum Pidana Dosen Universitas Trisakti Effendi Saragih SH MH.
Dalam perkara ini, Rudi S Kamri merupakan pemilik, pengelola dan penanggung jawab akun youtube Kanal Anak Bangsa serta Host dalam podcast Kanal Anak Bangsa, yang didakwa bersama sama dengan terdakwa Hendra Lie sebagai narasumber (berkas terpisah) dalam podcast tersebut.
Terdakwa Rudi merupakan pemilik akun youtube Kanal Anak Bangsa diduga tanpa hak mentransmisikan, mendistribusikan youtube podcast berisi ujaran kebencian, pencemaran nama baik, fitnah dan Sara, sehingga dapat diakses orang banyak yang mengakibatkan kerugian terhadap korban Fredi Tan.
Atas perbuatan terdakwa, menurut Ahli Flora Dianti, terkait pembuktian unsur unsur pelanggaran undang undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) harus membuktikan pasal 27 ayat 3 UU ITE. Dimana di dalam pasal tersebut mengatur larangan menyebarkan konten elektronik yang bersifat penghinaan dan pencemaran nama baik seseorang.
Unsur dengan sengaja tanpa hak mentransmisikan, mendistribusikan suatu informasi elektronik supaya dapat diakses orang banyak merupakan pidana dan harus dibuktikan sesuai fakta terhadap pasal 27 UU ITE yaitu dengan kehendak, sengaja dengan melawan hukum, ungkap Ahli.
Terkait unsur pencemaran nama baik yang disebutkan dalam pasal 27 UU ITE yaitu, bahwa pencemaran nama baik adalah menyangkut harkat dan martabat diri seseorang, artinya melukai hati pribadi seseorang.
Pertanyaan JPU Arga Febrianto, apakah konteks mendistribusikan melalui informasi elektronik bisa dijadikan sebagai objek pidana. Ahli menjawab bisa menjadi objek pidana, namun harus dibuktikan dengan fakta perbuatan yang dilakukan pelaku. Bahwa tayangan Podcast tanpa hak atau dengan sengaja memposting supaya orang banyak melihat dan di share, maka hal itu merupakan pelanggaran UU ITE.
Terkait pencemaran, hal itu tergantung seseorang yang melihat dan menonton postingan tersebut, apakah dirinya telah dicemarkan dengan postingan itu atau tidak. Jika pribadi seseorang tidak merasa dicemarkan, maka tidak terjadi apa apa dan tidak ada masalah hukum. Namun jika seseorang itu merasa telah tercemarkan dan merasa malu serta merasa dirugikan, maka disitulah terjadi pencemaran terhadap diri seseorang dan terjadi masalah hukum.
Saat anggota majelis Hakim bertanya, apakah pencemaran nama baik seseorang itu merupakan delik aduan absolut, tanya hakim. Ahli menjawab dengan tegas, merupakan delik aduan, sehingga harus orang yang langsung merasa tercemar tersebut mengadu atau melaporkan.
Dalam proses hukumnya, karena undang undang pencemaran nama baik, baik dalam UU ITE dan pasal 310, pasal 311 KUHP merupakan delik aduan, maka seseorang itu yang harus melaporkan langsung atas apa yang terjadi terhadap pencemaran nama baik dirinya, ungkap Ahli, dalam persidangan di PN Jakarta Utara, 23/10/2025.
Ahli menyampaikan, memposting, mendiatribusikan dan mentransmisikan tanpa hak, ini merupakan pelanggaran terhadap hak orang lain. Harusnya menjaga nama baiknya seseorang tapi malah mengakibatkan rasa malu seseorang maka hal itu sudah masuk kategori melanggar tanpa hak.
Berkaitan dengan narasumber dan pewawancara apakah pertanggungjawaban pidana tentang narasumber dengan Host dapat diminta pertanggungjawaban hukumnya, tanya JPU.
Menurut Ahli, ada yang disebut dengan pelaku tindak pidana. Pelaku adalah orang yang disebut saling memenuhi suatu unsur. Disana ada masalah pertanggungjawaban hukum satu sama lain. “Narasumber memberikan data lalu diwawancarai, dalam hal memposting, mendistribusikan, mentransmisikan, masih ada tenggang waktu untuk mengklarifikasi terhadap pihak, tapi tidak dilaksanakan sehingga, tanpa hak merupakan perbuatan dengan sadar maka hal tersebut merupakan perbuatan bersama sama. Bahwa yang memuat podcast tidak ada alasan pemaaf atau tidak ada unsur menghilangkan perbuatan pidana, walaupun podcast telah dihapus. Podcast tidak sama dengan badan hukum media Pers”, ucapnya.
Lebih lanjut Ahli menyampaikan, podcast itu merupakan pasal delik aduan absolut, sehingga apabila dalam podcast itu ada yang dicemarkan nama baiknya dan ada yang merasa gak nyaman dan dirugikan, maka ada kehormatan nama baik yang dicemarkan.
“Yang bisa menilai apakah ada pencemaran nama baik terhadap diri sendiri jika di posting dalam konten, maka yang bisa menilai apakah dirinya telah dicemarkan atau tidak adalah korbannya sendiri. Konten itu tergantung penilaian harga diri seseorang yang merasa dicemarkan”, ungkap Flora Dianti, 23/10/2025.
Sidang sebelumnya pendapat Ahli Pidana Efendi Saragih sebut, host dan narasumber Podcast youtube bisa dipidana jika ada yang dirugikan.
Apabila ada yang dirugikan atau terganggu kepribadiannya tentang suatu penayangan youtube podcast, maka pengelola, pemilik akun, Host dan Narasumber dapat dipidana.
Yang dimaksud dengan penayangan melalui elektronik tersebut adalah siapa saja yang menayangkan, informasi, mentransmisikan melalui elektronik berupa Laptop, HP atau elektronik lainnya di media sosial supaya dapat diakses publik atau masyarakat banyak, tentang ujaran kebencian dan pencemaran nama baik ditunjukkan dengan menyebut nama seseorang, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.
Menurut Effendi, Host yang mewawancarai narasumber biasanya sebelum penayangan sudah ada kesepakatan apa saja yang akan ditayangkan. Sudah ada bahan untuk diperbincangkan sebelum wawancara lalu dibuatkan videonya, setelah itu ditayangkan atau di upload ke publik sehingga publik dapat mengaksesnya.
Oleh karenanya, antara Host dan Narasumber merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam rangkaian hukum pidana. Ada saling keterkaitan yang satu dengan yang lain, penyertaan atau turut serta sebagaimana pasal 55 KUHP.
“Host tidak mungkin memunculkan atau menayangkan sesuatu jika tidak ada Narasumbernya, sehingga Host dan Narasumber merupakan perbuatan bersama sama ada pasal penyertaan yaitu pasal 55 KUHP”, ungkap Effendi pada Media ini di PN Jakarta Utara 25/9/2025.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Peter Low, Arga Febrianto dan Dawin Gaja, telah menuntut Hendra Lie, satu tahun penjara, denda 200 juta rupiah, subsider 2 bulan kurungan.
Hendra Lie diduga secara terang-terangan telah menyerang kehormatan korban Fredi Tan selaku pengusaha yang dicemarkan nama baiknya. Fredi Tan alias Awi pemilik PT.Wahana Agung Indonesia Propertindo (PT WAIP), bekerjasama dengan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, untuk membangun dan mengelola gedung musik stadium di pantai timur karnaval ancol dikenal Beach City International Stadium.
Terdakwa Hendra Lie merupakan penyewa ruangan di gedung musik stadium Ancol, berbendera Mata Elang International (MEIS), namun kontrak sewa telah diputus atas putusan yang sudah incraht. Seluruh gugatan hukum Hendra Lie terhadap Fredi Tan diputuskan dan dimenangkan Fredi Tan sesuai bukti putusan persidangan yang sudah incraht.
Podcast yang ditayangkan ke dua terdakwa yaitu : URL: https://.youtube.com/@KanalAnakBangsa berjudul “Membongkar Pembiaran Kerugian Negara Ratusan Milyar PT.Pembangunan Jaya Ancol (PT.PJA)” dalam konten disebutkan, “Budi Karya Terlibat” dengan URL konten: https://www.youtube.com/watch? y=yJ0QMHtn0Rs dan video berjudul “PJ. Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono Dituduh Melecehkan Ombudsman RI, Benarkah ? dengan URL konten: https://www.youtube.com/watch? v=9G4M027_UBs.
Penulis : P.Sianturi


















