Jakarta ,Kabaronenews.com,-Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), menanggapi gugatan pembatalan SK kepengurusan DPP partai berlambang banteng moncong putih yang sedang bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Menyikapi sidang gugatan terhadap perpanjangan kepengurusan partai PDIP priode 2024-2025, Kuasa Hukum Tergugat Intervensi (PDIP) Army Mulyanto SH, usai persidangan penyerahan bukti di PTUN mengatakan, kalau saya menanggapi simpel simpel saja, soalnya kan gugatan biasa, sebab sesuai dengan hukum administrasi negara ada masa berakhirnya, bahwa gugatan penggugat sudah lewat batas sesuai aturan 90 hari.
“Kalau dalam gugatan kan, kepengurusan 2024 sampai tahun 2025, kalau sekarang sudah tahun brapa, “Kita sebagai Tergugat Intervensi sangat menghormati proses hukum atas gugatan Penggugat, yang katanya merupakan kader PDIP. Walaupun pada kenyataannya Penggugat bukan Kader atau simpatisan PDIP, Kita sudah cek data datanya, tapi dalam hal ini kita hormati proses hukum saja, ucapnya Army Mulyanto, pada Media Ini”, 25/6/2025.
Sementara diluar persidangan, bagian hukum PDIP menyebutkan, tentang Gugatan pembatalan SK perpanjangan pengurus partai yang disidangkan di PTUN dominan bernuansa politis, jika melihat penegakan hukumnya.
Anggota tim hukum PDIP Johannes Oberlin Tobing menyampaikan, gugatan yang disampaikan Kuasa Penggugat Anggiat BM Manalu, merupakan cacat hukum, sebab gugatan diajukan setelah batas waktu pengajuan sebagaimana diatur dalam undang undang.
Seharusnya gugatan dimohonkan selama 90 hari sejak SK diterbitkan. Dalam ketentuan sidang di PTUN, gugatan hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu 90 hari. Namun hal ini sidang dilanjutkan kepenyerahan bukti, kata Johannes sebagaimana dikutib dari berbagai Media, 25/6/2025.
Sidang Agenda Penyerahan Bukti Tambahan
Sidang Gugatan Permohonan Pembatalan Pengesahan SK Pengurus PDIP yang digelar di PTUN Jakarta, mengagendakan penyerahan bukti tambahan dari para pihak.
Sidang dipimpin Majelis Hakim Lucya Permata Sari, didampingi dua anggota Majelis Hakim. Saat ini sidang Gugatan perkara No.113/G/2025/PTUN.Jkt yang dimohonkan Johannes Anthonius Panoppo dan Gogot Kusuma Bowo, melalui Kuasa Hukumnya Anggiat BM Manalu SH MH, masih berlanjut dan telah menyerahkan bukti tambahan gugatan.
Sidang sebelumnya, baik Penggugat dan Tergugat Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) saat ini Kementerian Hukum Republik Indonesia (Kemhum) RI serta Tergugat Intervensi Partai PDIP, telah menyerahkan bukti bukti terkait gugatan yang didaftarkan Kuasa Hukum Penggugat Anggiat.
“Sidang hari ini menyerahkan bukti tambahan sebagaimana agenda persidangan lalu. Para pihak telah menyerahkan bukti bukti dihadapan Majelis Hakim PTUN, ungkap Kuasa Hukum Pengguggat Anggiat”, di PTUN Jakarta, 25/6/2025.
Majelis Hakim pimpinan Lucya Permata Sari didampingi dua anggota Majelis Hakim, menanyakan kepada Penggugat, apakah Penggugat mengajukan saksi atau Ahli pada persidangan berikutnya ?. Anggiat Manalu menjawab, pihaknya akan mengajukan Ahli. Apakah ada saksi lain, di jawab hanya satu AhlibMajelis, ucap Anggiat.
Majelis juga mengajurkan kepada Tergugat dan Tergugat Intervensi pihak PDIP, silahkan mangajukan saksi dan Ahli dari para pihak Tergugat, ucap Lucya, namun pihak Tergugat tidak menjawab.
Usai persidangan Anggiat BM Manalu, pada Media menyampaikan, pada hakikatnya, gugatan ini memohon kepada PTUN supaya membatalkana SK Ketua PDIP terkait Pengesahan perpanjangan kepengurusan Ketua dan Pengurus partai PDIP masa periode tahun 2024-2025.
Kepengurusan tersebut dinilai tidak sah, karna tidak melalui Kongres partai, sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Dasar Rumahrangga (ARD/ART) Partai, ucapnya.
Surat rekomendasi untuk nama nama pengurus partai yang telah ditandatangani Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri dinilai cacat hukum. Penunjukan pengurus pusat PDIP diduga tidak sesuai AD/ART Parpol.
Oleh karena itu, pemohon meminta Majelis Hakim PTUN, yang memeriksa dan mengadili perkara ini supaya membatalkan penerbitan dan pengesahan SK Menteri Hukum dan HAM No.M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024, tentang pengesahan struktur, komposisi dan personalia DPP PDIP masa bakti 2024-2025, ungkap Anggiat.
Anggiat menambahkan, bahwa gugatan ini didaftarkan karena Penggugat merasa bahwa penerbitan SK Kemenkumham itu tidak melalui prosedur atau belum susai prosedur. Bahwa penerbitan SK Kementerian Hukum dan HAM, yang saat itu disahkan Menteri dari partai PDIP, Yasona Laoly, ditengarai adanya konflik kepentingan, sebab SK diterbitkan walau tidak melalui kongres partai.
“Kepengurusan partai PDIP telah habis waktunya pada 8 Agustus 2024. Namun diperpanjang sampai 2025 tanpa kongres, sehingga para Kader PDIP merasa bahwa kepengurusan Ketua Umum PDIP saat ini cacat hukum, lalu menggugat pengesahan Kemenkumham tersebut. Bahwa dalam perkara ini, ada pihak pihak tertentu yang mengintimidasi dirinya supaya tidak melanjutkan dan mencabut gugatan ini”, ujarnya.
Penulis : P.Sianturi