Jakarta, Kabaronenews.com,-Keluarga korban penganiayaan dan Kuasa Hukumnya, protes dan sangat kecewa atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut terdakwa Nancy Paulina hanya 8 bulan penjara.
Anehnya, dalam perkara dugaan penganiayaan dan pengeroyokan terhadap korban Kumar S, Penyidik Kepolisian Polsektro Tanjung Priok telah menetapkan tiga tersangka yaitu, tersangka Manwarjit Singh dan istrinya terdakwa Nancy Paulina dan tersangka Sri Selwen. Timbul kekecewaan keluarga korban karena dua lagi tersangka Manwarjit Singh dan Sri Selwen belum disidangkan. Bahkan belum di P21 oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. Menurut Keluarga korban ada dugaan permainan “Mafia Hukum”
Terkait rendahnya tuntutan JPU terhadap terdakwa Nancy Paulina, keluarga korban menyebutkan, jika melihat dampak perbuatan terdakwa yang telah mengakibatkan luka pada bibir korban Kumar S, dan 1 gigi menjadi gompal alias patah karena diduga dipukul menggunakan sandal bertumit milik terdakwa, menambah kekecewaan keluarga korban. Hal itu disampaikan Beslon Evriko Sinaga SH, selaku Kuasa Hukum korban pada sejumlah media usai pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.
Menurut Belson, sebagaimana hasil pemeriksaan dokter yang dituangkan dalam visum etrevertum disimpulkan, bahwa akibat Penganiayaan tersebut, korban Kumar S sempat dibawa berobat ke Rumah Sakit Port Medical Center, karena mengalami luka sobek pada bagian Bibir atas sebelah kiri dan mengeluarkan darah, kemudian pada bagian 1 gigi atas sebelah kiri mengalami gompal, patah sebagian dan juga 1 gigi bagian atas sebelah kiri mengalami goyang serta pada bagian penglihatan saksi korban Kumar S menjadi buram dan pusing. Visum Et Repertum Nomor : KS.54/2/6/PMC.Jkt-2024 tanggal 22 Juli 2024 dari RS. Port Medical Center, yang ditandatangani oleh dr. Selni Warlene Manik, dokter yang telah melakukan pemeriksaan korban Kumar S, dengan hasil pemeriksaan : Luka robek 1 cm x 0,1 cm x 0,1 cm dibibir atas Gigi kiri atas goyang Gigi kiri atas pecah sedikit bagian samping luka tersebut disebabkan oleh trauma benda tumpul.
Oleh karena itu, keluarga korban sangat kecewa atas requisitor JPU sebab berdasarkan bukti-bukti dan fakta yang terungkap dalam persidangan serta hasil video keterangan saksi dan visum, pasal 351 ayat 1 KUHP sebagaimana perkara No:396/Pid.B/2025/PN Jkt. Utr, jelas jelas membuktikan bahwa perbuatan terdakwa merupakan penganiayaan berat, yang seharusnya terdakwa dituntut hukuman berat.
Namun, JPU hanya menuntut terdakwa Nancy Paulina hanya 8 bukan penajara, dimana ancaman hukuman pasal tersebit adalah selama 2 tahun dan 8 bulan penjara. Sehingga tuntutan yang dibacalan JPU tersebut sangat mencederai rasa keadilan terhadap korban penganiayaan, ungkap Belson.
Belson Evriko Sinaga, menilai bahwa tuntutan JPU sungguh sangat tidak memenuhi rasa keadilan bagi Korban seharusnya penuntut umun bisa dan bahkan memungkinkan untuk menuntut lebih maksimal atau setidak tidaknya dapat terpenuhi rasa keadilan bagi korban. Hal itu mengingat terdakwa selama proses hukum baik dikepolisian, penuntutan hingga pelimpahan P. 21 di Penuntutan tidak dilakukan penahanan sama sekali sampai jalannya proses sidang pembacaan tuntutan. Bahkan selama proses persidangan, terdakwa Nancy Paulina sempat mangkir atau tidak hadir beberapa kali sidang dengan alasan sakit”, ujarnya.
Dalam penanganan perkara ini menurut kami ada dugaan yang sangat janggal, sebab seharusnya ada 3 orang yang didakwa bersama sama melakukan penganiayaan dan atau pengeroyokan terhadap korban Kumar S. Oleh karena itu, untuk kepastian hukum dan keadilan bagi korban, terdakwa atau tersangka haruslah ditahan walau alasan apapun bagi terdakwa.
Bagai mana bisa terdakwa dituntut hanya 8 bulan penjara, sementara korban sudah menderita gigi sompal dan goyang selamanya, ada visum dokter, ada apa dengan pertimbangan hukum JPU.
Bagaimana bisa berkas perkara tiga tersangka menjadi dipisahkan JPU, pada hal ketiga tersangka melakukan pidana kejahatan bersama sama di tempat yang sama, waktu yang sama, melakukan pengeroyokan dan atau penganiayaan bersama sama, ada apa JPU membuat berkas jadi terpisah (displit). JPU ditengarai merubah fakta kejadian perkara untuk melindungi ketiga tersangka dari jeratan hukum Pasal 170 KUHP yang telah ditetapkan Penyidik Polsek Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Korban sangat berharap ketegasan Jaksa Agung untuk memerintahkan Jamwas supaya menindak tegas dan mencopot oknum-oknum Kepala Kejaksaan Negeri yang menggunakan Jabatan dan kekuasaannya untuk berusaha merubah fakta kejadian dan melindungi para tersangka.
“Kami berharap Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk tidak terfokus pada tuntutan JPU, namun secara arif dan benar- benar memperhatikan rasa keadilan bagi korban”, ujarnya.
Ditambahkan, dalam persidangan terdakwa selalu berbelit-belit dan sikap yang tidak mencerminkan degan baik dalam proses persidangan. Selanjutnya kami team Kuasa Hukum korban akan berdiskusi bersama keluarga korban untuk menentukan langkah atau upaya hukum apa yang masih tersedia atas tuntutan JPU tersebut.
“Hukum itu merupakan suatu lembaga yang memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, kalau hukum saja tidak adil kemana lagi masyarakat akan mengadu untuk meminta dan menuntut keadilan, saya pikir sangat di sayangkan dengan adanya kejadian ini di institusi hukum di Jakarta Utara”, ungkapnya, 19/8/2025.
Penulis : P.Sianturi


















