kabaronenews
No Result
Lihat semua
  • Beranda
  • News
    • Daerah
    • Internasional
    • Metropolitan
    • Nasional
  • Bisnis
  • Ekonomi
  • Hankam
  • Opini
  • Hukum
  • Lipsus
  • Politik
  • Ragam
  • Wisata
  • Beranda
  • News
    • Daerah
    • Internasional
    • Metropolitan
    • Nasional
  • Bisnis
  • Ekonomi
  • Hankam
  • Opini
  • Hukum
  • Lipsus
  • Politik
  • Ragam
  • Wisata
No Result
Lihat semua
kabaronenews
Home Opini

Mengelola Ledakan Populasi Indonesia: Antara Bonus Demografi dan Beban Masa Depan

redaksi kabaronenews oleh redaksi kabaronenews
2 bulan yang lalu
Mengelola Ledakan Populasi Indonesia: Antara Bonus Demografi dan Beban Masa Depan
13
VIEWS

Oleh: Dr. H. Abid Muhtarom, SE., SPd., MSE – Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Lamongan (UNISLA)

Lamongan, Kabar One News.com-Indonesia adalah sebuah bangsa besar yang tidak hanya dikenal karena luas wilayah dan kekayaan sumber daya alamnya, tetapi juga karena kekuatan demografinya yang terus tumbuh sepanjang sejarah modern, dan ketika kita berbicara tentang populasi Indonesia dari tahun 2000 hingga 2024 berdasarkan data Asian Development Bank (ADB), maka sesungguhnya kita sedang membaca perjalanan panjang sebuah bangsa yang sedang mencari keseimbangan antara kuantitas dan kualitas, antara jumlah yang terus bertambah dan tantangan bagaimana mengelola manusia agar menjadi modal pembangunan, bukan sekadar angka statistik yang menambah beban negara.

Berita‎ Terkait

Jati Diri Santri: Kaum Sarungan, Bukan Tanda Ketertinggalan

“PPPK Menjadi PNS: Antara Aspirasi, Beban Fiskal, dan Tantangan Regenerasi ASN”

“Bantuan Likuiditas: Saat Uang Bekerja, UMKM Bergerak, Ekonomi Bangkit!”

Pada tahun 2000, jumlah penduduk Indonesia tercatat 205,8 juta jiwa, sebuah angka yang pada saat itu sudah menempatkan negeri ini di posisi keempat negara terpadat di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat, dan setiap tahun jumlah itu terus meningkat, sehingga pada 2005 populasi mencapai sekitar 219,9 juta jiwa, lalu pada 2010 naik menjadi 237,6 juta jiwa, pada 2015 bertambah lagi menjadi 255,6 juta jiwa, hingga pada 2020 mencapai 270,2 juta jiwa, dan pada 2024 melonjak ke 281,6 juta jiwa, yang berarti dalam rentang 24 tahun telah terjadi penambahan sekitar 75,8 juta jiwa, atau setara dengan dua kali lipat jumlah seluruh penduduk Malaysia saat ini.

Pertumbuhan jumlah penduduk tersebut berdampak langsung pada tingkat kepadatan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun, di mana pada 2000 kepadatan penduduk Indonesia masih berada di angka 107 jiwa per kilometer persegi, lalu naik menjadi 124 jiwa per kilometer persegi pada 2010, kemudian meningkat lagi menjadi 134 jiwa per kilometer persegi pada 2015, dan pada 2024 sudah mencapai 149 jiwa per kilometer persegi, sebuah angka rata-rata nasional yang sebenarnya menutupi ketimpangan distribusi penduduk antarwilayah, sebab Pulau Jawa menampung lebih dari 55 persen total populasi dengan kepadatan mencapai lebih dari 1.200 jiwa per kilometer persegi, sementara Papua, Kalimantan, dan Maluku masih memiliki kepadatan kurang dari 50 jiwa per kilometer persegi, sehingga ketidakseimbangan ini menjadi salah satu pekerjaan rumah besar dalam pembangunan nasional.
Jika dilihat dari sisi pertumbuhan tahunan (annual change), data ADB menunjukkan tren perlahan menurun, pada 2000 hingga 2004 laju pertumbuhan berada di sekitar 1,4 hingga 1,5 persen per tahun, kemudian pada 2005 sempat melonjak ke 1,9 persen akibat faktor koreksi data sensus, lalu kembali stabil di kisaran 1,4 hingga 1,5 persen hingga tahun 2015, dan setelah itu perlahan menurun menjadi 1,3 persen pada 2018, 1,2 persen pada 2021, hingga 1,1 persen pada 2024, yang menunjukkan bahwa Indonesia sedang bergerak menuju era pertumbuhan penduduk yang melambat, sebuah tanda keberhasilan program keluarga berencana, peningkatan pendidikan, serta pergeseran gaya hidup masyarakat yang mulai mengurangi jumlah anak dalam keluarga.

Namun, di balik penurunan laju pertumbuhan tersebut, terdapat fenomena yang tidak kalah penting, yaitu urbanisasi, di mana pada tahun 2000 hanya sekitar 42 persen dari total populasi yang tinggal di wilayah perkotaan atau sekitar 86 juta jiwa, tetapi pada 2010 angka itu meningkat menjadi 49,1 persen atau sekitar 117 juta jiwa, lalu pada 2020 mencapai 56,6 persen atau sekitar 153 juta jiwa, dan pada 2024 sudah mencapai 59,2 persen atau sekitar 167 juta jiwa, yang berarti dalam kurun waktu 24 tahun jumlah penduduk kota bertambah lebih dari 81 juta jiwa, sebuah angka yang hampir setara dengan total populasi Filipina, dan hal ini menjadi bukti nyata bahwa arus migrasi dari desa ke kota tidak terbendung, karena kota dianggap sebagai pusat kesempatan ekonomi, pendidikan, dan layanan publik.

Fenomena ini menghadirkan dua wajah yang berbeda, di satu sisi urbanisasi mempercepat pertumbuhan ekonomi berbasis industri dan jasa, memberikan peluang pekerjaan, serta memunculkan kelas menengah baru yang menjadi tulang punggung konsumsi nasional, tetapi di sisi lain juga melahirkan masalah serius seperti kemacetan lalu lintas, kekurangan perumahan layak, munculnya permukiman kumuh, meningkatnya polusi udara, serta tingginya biaya hidup, sehingga urbanisasi tanpa perencanaan yang baik justru akan menimbulkan beban sosial-ekonomi yang berat bagi pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.
Dalam konteks ekonomi, pertumbuhan penduduk sebesar itu menjadikan Indonesia sebagai pasar domestik yang sangat besar, yang berarti setiap produk yang diproduksi di negeri ini memiliki potensi konsumen yang luas, dan hal ini menjadi daya tarik besar bagi investor asing untuk menanamkan modalnya, namun jumlah penduduk yang besar juga menuntut penciptaan lapangan kerja yang tidak sedikit, dengan kebutuhan lebih dari dua juta lapangan kerja baru setiap tahun agar tenaga kerja yang terus bertambah dapat terserap dengan baik, sehingga jika hal ini tidak terpenuhi maka bonus demografi yang saat ini kita nikmati akan berubah menjadi beban demografi berupa pengangguran massal.
Sebagaimana data menunjukkan, Indonesia kini berada dalam fase bonus demografi, dengan dominasi kelompok usia produktif (15–64 tahun) yang lebih besar dibanding usia nonproduktif, sebuah momentum emas yang jika dikelola dengan baik dapat membawa Indonesia menuju lompatan pembangunan, tetapi jika dibiarkan tanpa strategi jelas justru akan menjadi ancaman, karena tenaga kerja muda yang melimpah tanpa keterampilan dan pekerjaan yang layak akan mudah terjerumus pada masalah sosial, kriminalitas, atau bahkan radikalisme.

Untuk itu, investasi pada pendidikan berkualitas, riset dan inovasi, serta pemberdayaan ekonomi digital dan kreatif adalah syarat mutlak agar populasi produktif ini tidak terbuang percuma, dan keberhasilan negara-negara Asia Timur seperti Korea Selatan dan Jepang dalam mengelola bonus demografi seharusnya menjadi inspirasi, meskipun kita juga perlu belajar dari kesalahan mereka yang kini menghadapi masalah penuaan penduduk terlalu cepat tanpa keseimbangan regenerasi.

Selain tantangan tenaga kerja, data urbanisasi yang mencapai 59,2 persen pada 2024 juga memberi isyarat bahwa pembangunan kota harus dilakukan dengan paradigma baru, yaitu kota yang berkelanjutan, inklusif, dan cerdas, bukan sekadar kota yang tumbuh secara fisik dengan gedung-gedung tinggi, tetapi juga kota yang mampu menyediakan transportasi publik yang efisien, ruang terbuka hijau yang cukup, sistem air bersih dan energi terbarukan, serta tata ruang yang berpihak pada manusia, sebab jika kota hanya menjadi tempat penumpukan manusia tanpa kualitas hidup, maka krisis sosial dan lingkungan tidak bisa dihindari.

Di sisi lain, desa yang ditinggalkan harus segera dibangkitkan melalui program revitalisasi ekonomi, digitalisasi desa, serta penguatan sektor pertanian dan pariwisata lokal, agar desa tidak terus-menerus menjadi daerah yang hanya menyuplai tenaga kerja ke kota, melainkan juga menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru, sebab keseimbangan antara kota dan desa adalah kunci utama agar pembangunan nasional tidak timpang.
Perhatian serius juga harus diberikan pada masalah kepadatan penduduk di Pulau Jawa yang mencapai tingkat ekstrem, sementara luar Jawa masih longgar, sehingga strategi pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur dengan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) bisa dilihat sebagai langkah awal untuk mengurangi beban Jawa, meskipun implementasi kebijakan ini harus diiringi dengan pemerataan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan di luar Jawa agar masyarakat tidak hanya melihat kota-kota besar Jawa sebagai satu-satunya pilihan hidup.
Ke depan, Indonesia juga harus mempersiapkan diri menghadapi era penuaan populasi yang diproyeksikan akan mulai terasa pada 2035–2040, ketika proporsi penduduk lanjut usia semakin meningkat akibat penurunan angka kelahiran dan peningkatan harapan hidup, sehingga sistem jaminan sosial, layanan kesehatan geriatrik, serta kebijakan ketenagakerjaan yang adaptif harus mulai dirancang sekarang, agar bangsa ini tidak terkejut menghadapi realitas ketika usia produktif menurun dan usia nonproduktif membengkak.
Semua data ini pada akhirnya membawa kita pada satu kesimpulan besar bahwa jumlah penduduk yang besar adalah pedang bermata dua, bisa menjadi modal luar biasa jika dikelola dengan baik, tetapi bisa menjadi bencana jika dibiarkan tanpa arah, sebab ukuran keberhasilan bangsa bukanlah sekadar berapa banyak jumlah penduduknya, melainkan bagaimana kualitas hidup penduduk tersebut dalam hal pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan lingkungan.
Oleh karena itu, saya ingin menegaskan bahwa data ADB 2000–2024 adalah cermin bagi Indonesia untuk melihat diri sendiri, untuk menyadari bahwa bangsa ini sedang berada di persimpangan jalan, antara menjadi kekuatan besar dunia dengan memanfaatkan bonus demografi, atau terperosok dalam jebakan beban demografi karena gagal mengelola populasi, dan pilihan itu ada di tangan kita semua sebagai pembuat kebijakan, akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat luas.

SendShareTweet

Related‎ Posts

Jati Diri Santri: Kaum Sarungan, Bukan Tanda Ketertinggalan
Opini

Jati Diri Santri: Kaum Sarungan, Bukan Tanda Ketertinggalan

Oktober 22, 2025
17
“PPPK Menjadi PNS: Antara Aspirasi, Beban Fiskal, dan Tantangan Regenerasi ASN”
Opini

“PPPK Menjadi PNS: Antara Aspirasi, Beban Fiskal, dan Tantangan Regenerasi ASN”

Oktober 15, 2025
53
“Bantuan Likuiditas: Saat Uang Bekerja, UMKM Bergerak, Ekonomi Bangkit!”
Opini

“Bantuan Likuiditas: Saat Uang Bekerja, UMKM Bergerak, Ekonomi Bangkit!”

Oktober 14, 2025
9
Wisuda ke-22 UNISLA: Momentum Lahirnya Bidan Tangguh untuk Solusi Pencegahan Stunting
Opini

Wisuda ke-22 UNISLA: Momentum Lahirnya Bidan Tangguh untuk Solusi Pencegahan Stunting

Oktober 11, 2025
28
Membangun Generasi Sehat dan Kompetitif Melalui Wisuda UNISLA ke-22
Opini

Membangun Generasi Sehat dan Kompetitif Melalui Wisuda UNISLA ke-22

Oktober 11, 2025
9
UNISLA KAMPUS INOVASI DAN RELIGI: MENEGUHKAN KOMITMEN PENINGKATAN KUALITAS SDM MELALUI WISUDA KE-22
Opini

UNISLA KAMPUS INOVASI DAN RELIGI: MENEGUHKAN KOMITMEN PENINGKATAN KUALITAS SDM MELALUI WISUDA KE-22

Oktober 10, 2025
26
Membumikan Ilmu, Meninggikan Martabat: Wisudawan UNISLA Penopang IPM Lamongan
Opini

Membumikan Ilmu, Meninggikan Martabat: Wisudawan UNISLA Penopang IPM Lamongan

Oktober 7, 2025
19
MBG dan KDMP, Motor Baru Penggerak Ekonomi Rakyat dan Pemberdayaan Lokal
Opini

MBG dan KDMP, Motor Baru Penggerak Ekonomi Rakyat dan Pemberdayaan Lokal

September 26, 2025
25
Word of Mouth, Senjata Klasik FEB UNISLA di Tengah Era Digital
Opini

Word of Mouth, Senjata Klasik FEB UNISLA di Tengah Era Digital

September 25, 2025
21
P5 dan Ekobrik, Jalan Baru Penguatan Karakter Peserta Didik MI
Opini

P5 dan Ekobrik, Jalan Baru Penguatan Karakter Peserta Didik MI

September 24, 2025
293

Hari Besar Nasional:

Rekomendasi‎ Berita

Sandang Gelar Profesi, Guru Jatim Bersinar di Unpas! Sri Wiyanti: “Kami Siap Mengabdi Sepenuh Hati!”

Sandang Gelar Profesi, Guru Jatim Bersinar di Unpas! Sri Wiyanti: “Kami Siap Mengabdi Sepenuh Hati!”

9 bulan yang lalu
14
IZI Hadir di Event Kick Off Program Kampung Zakat, Pemberdayaan Ekonomi Umat Berbasis KUA dan Inkubasi Wakaf Produktif

IZI Hadir di Event Kick Off Program Kampung Zakat, Pemberdayaan Ekonomi Umat Berbasis KUA dan Inkubasi Wakaf Produktif

1 bulan yang lalu
14
Kalsel Bangga Jadi Tuan Rumah HPN ke-79, Gubernur Sampaikan Komitmen Mendukung Kebebasan Pers

Kalsel Bangga Jadi Tuan Rumah HPN ke-79, Gubernur Sampaikan Komitmen Mendukung Kebebasan Pers

9 bulan yang lalu
8

Advertorial : Gempur Rokok Ilegal

Dirgahayu TNI ke 80:

Advertorial :

Berita‎ Populer

  • Tenaga Honorer Minta Keadilan, Ajukan Diangkat Jadi PPPK Paruh Waktu

    Tenaga Honorer Minta Keadilan, Ajukan Diangkat Jadi PPPK Paruh Waktu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Eksekusi Terhadap Harta Gono Gini, Gagal Dilaksanakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kalapas Gunungsitoli Tonggo Butar-Butar Dicopot

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aksi Doa Bersama Dan Pembacaan Hizib Nashor Di Gelar di Depan Kantor Mega Finance Lamongan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Proyek RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang Rp 20 Milyar Diduga Pakai Dinding Bekas Dan Pipa Tanpa SNI, Dokter Dela Dikonfirmasi Bungkam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Member Of :

kabaronenews

Copyright 2016 © PT. KABAR MEDIA INDONESIA

Navigate Site

  • Kebijakan Privasi
  • Jasa Publikasi
  • Kode etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Info Lainnya

Follow Us

No Result
Lihat semua
  • Beranda
  • News
    • Daerah
    • Internasional
    • Metropolitan
    • Nasional
  • Bisnis
  • Ekonomi
  • Hankam
  • Opini
  • Hukum
  • Lipsus
  • Politik
  • Ragam
  • Wisata

Copyright 2016 © PT. KABAR MEDIA INDONESIA