Kotabaru,Kabar One news.com- Tujuh kapal penangkap ikan yang menggunakan alat tangkap ilegal berhasil diamankan oleh Satuan Polisi Air dan Udara (Sat Polairud) Polres Kotabaru dalam operasi penyelidikan di perairan Pudi, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Operasi ini berlangsung pada Jumat (07/03) sekitar pukul 18.00 WITA, ketika petugas mendapati kapal-kapal tersebut berlabuh jangkar. Saat diperiksa, kapal-kapal ini terbukti membawa alat tangkap jenis lampara dasar (pukat ikan), yang berpotensi merusak ekosistem laut dan mengancam keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah perairan Kotabaru.
Daftar Kapal yang Diamankan:
1. KMN. BUNGA ASMARA (GT.18) – Nakhoda: Bahrudin – Hasil tangkapan: ±700 KG ikan.
2. KMN. FAJAR MULIA 04 (GT.18) – Nakhoda: Abdul Mutalif – Hasil tangkapan: ±700 KG ikan.
3. KMN. FAJAR MULIA 05 (GT.28) – Nakhoda: Akhmad – Hasil tangkapan: ±1 ton ikan.
4. KMN. HURIYYAH 01 (GT.15) – Nakhoda: Muhammad Rofiq Hidayah – Hasil tangkapan: ±200 KG ikan.
5. KMN. TIGA SAUDARA HELMI (GT.19) – Nakhoda: Abdul Azis – Hasil tangkapan: ±750 KG ikan.
6. KMN. WARGA KELANA 07 (GT.18) – Nakhoda: Syahruddin – Hasil tangkapan: ±300 KG ikan.
7. KMN. WARGA KELANA 08 (GT.15) – Nakhoda: M. Taher – Hasil tangkapan: ±1.500 KG ikan.
Total ikan yang disita mencapai lebih dari 5 ton. Semua kapal beserta alat tangkap ilegal langsung dibawa ke Markas Komando (Mako) Sat Polairud Polres Kotabaru untuk proses hukum lebih lanjut.
Kasat Polairud: “Alat Tangkap Merusak Ekosistem Laut”
Kasat Polairud Polres Kotabaru, AKP Shoqif Fabrian Yuwindayasa, menegaskan bahwa alat tangkap yang digunakan para nelayan tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak ekosistem laut.
“Penggunaan pukat ini merusak terumbu karang, yang merupakan tempat berkembang biaknya ikan. Akibatnya, populasi ikan menurun drastis, dan dalam jangka panjang, nelayan justru akan kesulitan mendapatkan hasil tangkapan,” ungkap AKP Shoqif, Selasa (18/3/2025).
Menurutnya, lampara dasar memiliki jaring bersayap panjang yang menyeret dasar laut, sehingga menghancurkan rumah ikan dan ekosistem laut lainnya.
Dampak negatif ini tidak hanya dirasakan oleh nelayan pengguna alat tangkap ramah lingkungan, tetapi juga mengancam ketahanan pangan sektor perikanan di Indonesia.
Terancam Hukuman 5 Tahun Penjara
Tujuh nakhoda kapal tersebut kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga melanggar Pasal 85 Jo Pasal 9 UU RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
“Para tersangka terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara karena memiliki, membawa, dan menggunakan alat tangkap yang dapat merusak keberlanjutan sumber daya ikan,” tegas AKP Shoqif.
Selain itu, mereka juga diduga menjalankan usaha perikanan tanpa izin resmi, yang merupakan pelanggaran serius di perairan Indonesia.
Langkah Tegas, Nelayan Diminta Beralih ke Alat Tangkap Ramah Lingkungan
AKP Shoqif menegaskan bahwa tindakan hukum ini merupakan langkah terakhir, setelah berbagai sosialisasi dan edukasi diberikan kepada nelayan.
Ke depan, pihaknya akan terus menggencarkan penyuluhan bersama instansi terkait, agar nelayan beralih ke alat tangkap yang lebih ramah lingkungan.
“Kami tidak ingin nelayan kehilangan mata pencaharian, tapi keberlanjutan sumber daya ikan juga harus dijaga. Pemerintah sudah menyediakan solusi alternatif, dan kami berharap nelayan bisa memanfaatkannya,” katanya.
Komitmen Jaga Laut Indonesia
AKP Shokif menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawasi dan menindak tegas praktik perikanan ilegal, demi menjaga ekosistem laut dan keberlanjutan sektor perikanan di perairan Indonesia.
“Laut kita adalah warisan bagi anak cucu. Mari kita jaga bersama,” pungkas AKP Shoqif.(HRB)
By; Herpani


















